Hal ini yang kita khawatirkan muncul di Indonesia yang awalnya berjalan melalui proses kandidasi Gibran di MK yang menunjukkan berlangsungnya nepotisme dan pelanggaran etik berat.
“Itulah yang menyebabkan Indonesia mengalami erosi demokrasi. Tentunya ini menjadi meresahkan buat kita,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti mengingatkan kepada generasi muda dan aktivis pro demokrasi terhadap ancaman nepotisme politik yang terlihat nyata dalam kontestasi Pilpres 2024
"Hal ini karena jelas-jelas mengancam masa depan Indonesia yang disebut-sebut akan menjadi pionir pertumbuhan demokrasi dunia," tukasnya.
Ia menyayangkan, pihak-pihak yang diduga mendukung nepotisme politik itu menganggap kekhawatiran masyarakat soal cacatnya demokrasi itu biasa, dan cenderung menjadikannya sebuah candaan semata.
“Misalnya mereka bilang tidak usah didengar, jogetin aja. Kemudian muncul istilah lelucon Samsul (asam sulfat) mereka menganggap semua, tidak lebih dari sekedar lelucon,” ujarnya.
Ia turut menyayangkan sikap Presiden Jokowi yang berupaya melanggengkan kekuasaan atau nepotisme. Padahal, Jokowi tidak pernah berkeringat untuk reformasi, malah berkhianat terhadap cita-cita reformasi yang ingin menjauhkan dari nepotisme.
“Jokowi malah mengorbankan demokrasi demi kepentingan keluarganya,” pungkasnya.
Turut hadir pula sebagai narasumber, Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti dan Peneliti Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati.