TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para calon wakil presiden (Cawapres) dalam debat keempat dinilai belum menunjukkan keseriusan dan kebijakan di dalam isu krisis iklim, karena masih terjebak dalam gimmick-gimmick politik.
Rika Novayanti dari PilahPilih.id mengatakan, percakapan yang ada dalam debat lebih nampak antara penguatan kebijakan dan pemberian insentif kepada investor.
Menurutnya, para cawapres yang ada juga belum bisa memunculkan hubungan antara perubahan iklim dengan hal-hal lain, padahal krisis iklim akan berdampak pada segala lini kehidupan.
“Yang paling penting itu mereka lupa soal efisiensi, padahal nggak bisa transisi energi tanpa efisiensi. Mindset baterai dilihat sebagai renewable dan sustainable energy padahal itu cuma tempat penyimpanan. Listriknya dari mana? Manajemen industrinya bagaimana? Pelibatan masyarakat lokal terhadap proyek tersebut bagaimana? Karena hal yang paling mahal dari transisi adalah konflik,” kata Rika ditulis Senin (22/1/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik UI, Hurriyah mengatakan, topik yang terlihat dalam debat justru menunjukkan persoalan serius pada reformasi agraria yang menyimpang dari tujuan awalnya.
“Dan konflik yang memperlihatkan negara sedang bergandengan tangan dengan oligarki, dengan para pengusaha untuk menghadapi masyarakat. Dan negara ketika berkonflik dengan masyarakat menggunakan aparatur negara, keterlibatan militer dalam kasus konflik agraria seperti di Rempang dan Wadas, itu hal yang terjadi tapi masalah itu yang nggak banyak digali oleh para kandidat,” katanya.
Untuk itu menurut Hurriyah pertanyaan selanjutnya adalah apakah nantinya pemimpin yang terpilih akan melanjutkan ideologi pembangunan yang dalam prakteknya sangat eksploitatif dan destruktif. Karena tidak berpihak pada pemulihan lingkungan dan perlindungan pada hak masyarakat.
Baca juga: CEK FAKTA: Cak Imin Sebut Pemerintah Tak Serius Mitigasi Krisis Iklim dan Anggaran Rendah, Benarkah?
“Cek lagi visi-misi program di masing-masing kandidat dan rekam jejak para kandidat, itu yang harus kita lakukan. Kenapa itu jadi penting, karena dalam praktiknya ketika seorang pemimpin terpilih penguasa itu bergandengan tangan dengan oligarki dan ada yang serius dalam menghadapi oligarki,” katanya.