TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penampilan Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka pada debat Pilpres 2024 yang berlangsung pada Minggu (21/1/2024) malam di JCC Senayan menjadi sorotan.
Mulai dari strategi debat yang mengulang, siasat terlihat rendahan hingga kalimat merendahkan kontestan-kontestan lain.
Hal itu dikatakan oleh Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel. Menurutnya, sebagai kontestan yang disebut-sebut unggul pada debat sesi 2, sudah diduga bahwa Gibran Rakabuming akan mengulangi strateginya: paparan berbasis hapalan, bukan penalaran; konkret-teknis; dan bertaburan istilah.
Baca juga: Relawan Demokrasi: Gibran Jangan Main Gimik
"Bahkan dengan kepercayaan diri yang meningkat, Gibran tampil lebih menyengat. Kalimat-kalimatnya merendahkan kontestan-kontestan lain," kata Reza dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/1/2024).
Sampai di situ, kata Reza, siasat Gibran sebetulnya biasa saja. Namanya saja debat, masing-masing cawapres perlu menaklukkan lawannya. Formatnya pun panggung tontonan, masing-masing kontestan perlu mempermalukan sekaligus membuat pesaingnya tampak tidak layak sebagai cawapres di mata audiens.
"Sayangnya, Gibran lupa bahwa panggung debat yang ia hadiri adalah presidential level. Akibatnya, siasatnya terlihat rendahan. Atraksinya untuk melemahkan lawan terlalu teatrikal. Namun teatrikal yang mengada-ada. Bukan menghibur, apalagi memukau, tapi menggelikan," ujarnya.
Baca juga: Apa Itu Green Inflation yang Ditanyakan Gibran kepada Mahfud di Debat Cawapres?
"Serangan kasta rendah seperti yang Gibran peragakan memang sudah sepantasnya dihadapi dengan balasan yang non subtantif. Pihak yang Gibran serang bahkan memang sudah selayaknya memperlihatkan kegusaran," katanya lagi.
Menurut Reza, kegusaran dalam situasi sedemikian rupa bukan pertanda kelemahan Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar. Kegusaran mereka justru adaptif. Cirinya, pertama, diperagakan saat itu juga di atas panggung. Bukan di panggung lain pasca debat.
Kedua, dikemas dalam humor yang juga menyengat. Humor adalah agresi yang terkendali. Lewat humor, agresi diwujudkan ke dalam taraf yang lebih tinggi.
Orang psikologi menyebutnya sublimasi. Bedakan dengan agresi yang dilisankan secara mentah, berupa umpatan atau caci-maki atau sejenisnya.
"Pada titik itu, saya menangkap kesan Mahfud dan Muhaimin sudah belajar cara-cara baru untuk menghadapi Gibran. Tim mereka berinovasi, sementara tim Gibran mempertahankan cara lama," ujarnya.
Dikatakan Reza, sesi debat ke-4 membuktikan bahwa hapalan lancar tak lagi tampak memukau.
Mahfud dan Muhaimin, selaku sosok berjam terbang tinggi langsung di lapangan, menunjukkan kelas mereka malam itu.
Mahfud agresif pendobrak. Muhaimin konstruktif penggerak.