News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Soal Presiden Boleh Kampanye, Pengamat: Rakyat Butuh Pemimpin Negarawan dan Berintegritas

Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Jokowi didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto berbicara kepada pers usai menyaksikan penyerahan sejumlah Alutsista yang kepada TNI di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Terlebih, pernyataan itu diucapkan Jokowi saat didampingi petinggi militer.

"Kan Pasal 7A UUD itu tentang syarat pemakzulan. Di titik itu menurut saya perbuatan tercela," ujar Bivitri, Kamis (25/1/2024).

Bivitri kemudian menyinggung status Jokowi sebagai seorang presiden.

Dalam ilmu tata negara, kata dia, perbuatan tercela seseorang dilihat dari jabatan.

"Di hukum tata negara prinsipnya orang itu menilai harus dari jabatan. Jadi berbeda perbuatan tercela orang biasa dengan seorang presiden atau menteri," imbuhnya.

Terkait pernyataan presiden boleh kampanye, Bivitri menyebut Jokowi telah salah menafsirkan Undang-undang Pemilu.

Dalam Pasal 299 memang tertera bahwa Presiden dan Wakil Presiden berhak untuk kampanye.

Namun, apabila merujuk pada pasal selanjutnya yakni Pasal 300, 301, dan 302 dijelaskan bahwa yang diperbolehkan kampanye dalam hal ini adalah presiden dan wakil prediden petahana yang kembali maju dalam Pemilu selanjutnya.

"Nah jadi kalau dilihat lagi pasal berikutnya, 300, 301, 302 itu kebaca. Itu akan kebaca intensi pasal itu. Sehingga Jokowi tidak bisa bilang dia berhak berkampanye," ujarnya.

Sementara saat ini, Jokowi bukanlah peserta Pemilu, melainkan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka yang dipilih menjadi cawapres Prabowo Subianto.

Karena itu, menurut Bivitri, Jokowi tidak seharusnya menyatakan pernyataan tersebut karena bisa meguntungkan Prabowo dan Gibran.

Bivitri lantas menilai Jokowi telah memenuhi syarat untuk dimakzulkan karena telah melanggar undang-undang.

"Sebenarnya kan diatur secaa jelas di Pasal 282 dan 283 bahwa pejabat negara itu tidak boleh melakukan tindakan dan lain sebagainya yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta selama kampanye. Jadi sudah melanggar belum? Sudah. Apakah itu kemudian bisa kita dorong sampai pemakzulan? Menurut saya sih bisa," paparnya.

Kata Istana

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini