TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) dunia perguruan tinggi mulai bergerak.
Sejumlah guru besar di beberapa universitas berteriak kencang menegur penyelenggara kekuasaan negeri.
Sejumlah sivitas akademika hingga alumni kampus pun turut menyerukan rasa keprihatinannya terhadap situasi demokrasi di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjelang Pemilu 2024.
Hari ini, Senin, 5 Februari 2024, jumlah kampus yang menggelar "mimbar terbuka" mengkritik pemerintah, terus bertambah.
Mulai dari Unesa, Unair, UIN Syarif Hidayatullah, Universitas Lambung Mangkurat, STF Driyakara, hingga Unej.
Ray Rangkuti, pengamat politik sekaligus anggota Komunitas alumni dan sivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi beserta jajaran penyelenggara negara agar bersikap netral dalam kontestasi Pemilu 2024.
“Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan wajib bersikap netral dan memfasilitasi seluruh aktivitas pemilu berdasarkan prinsip keadilan. Sikap ini lebih dari sekadar tak menggunakan fasilitas negara dan tak mengutarakan pilihan politiknya, tapi juga seluruh sikap dan laku diri sebagai presiden,” kata Ray akhir pekan lalu.
Komunitas UIN mendesak Jokowi tak membuat kebijakan yang dapat berdampak menguntungkan secara elektoral bagi paslon tertentu.
Presiden Jokowi juga diminta agar sungguh-sungguh mengelola pemerintahan untuk kepentingan nasional, bukan demi kepentingan keluarga atau kelompok dengan mengatasnamakan kepentingan nasional.
Pernyataan Guru Besar dan Civitas Akademika Universitas Jember (Unej)
Sejumlah guru besar, dosen, dan mahasiswa Universitas Jember (Unej) yang tergabung dalam civitas akademika Universitas Jember menggelar deklarasi agar Pemilu 2024 berlangsung dengan jujur dan adil di halaman kampus Senin (5/2/2024)
Deklarasi tersebut dipimpin oleh guru besar Fakultas Hukum Prof. Dr. Dominikus Rato dan menyampaikan lima tuntutan.
Pertama, Ia meminta agar seluruh cabang kekuasaan negara, baik ekskutif, legislatif dan yudikatif untuk senantiasa berpedoman pada TAP MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa dan menjalankan nilai nilai Pancasila.
“Menuntut KPU, Bawaslu dan pemerintah memastikan netralitas penyelenggara negara dan harus memberikan teladan baik,” ucap dia
Ketiga, menuntut penghentian upaya politisasi kebijakan negara oleh presiden yang berpotensi merusak proses demokrasi dan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dalam Pemilu.
Keempat menuntut tegaknya hukum dan etika penyelenggaraan Pemilu serta menjunjung tinggi prinsip transparansi dan berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara, bukan kepetingan pihak tertentu.
Kelima, mengajak civitas akademika perguruan tinggi terlibat bersama rakyat untuk terus mengawal Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Sementara itu, M Iqbal, juru bicara forum civitas akademika menambahkan deklarasi tersebut merupakan bentuk kepedulian dan keprihatinan civitas akademika Unej terhadap proses penyelenggaraan Pemilu 2024.
“Inilah keadaan Pemilu kita tidak berlangsung secara jujur adil, bebas langsung dan tentu sangat mungkin berpengaruh pada prinsip azas rahasia nanti di bilik suara,” jelas dia.
Pernyataan Unesa
Sementasa Guru besar dan sivitas akademika Universitas Negeri Surabaya (Unesa) dalam deklarasi dan penyampaian pernyataan hari ini menyoroti beberapa hal.
Ada enam poin yang dibacakan dalam deklarasi, di antaranya ada yang menyinggung soal kepentingan bangsa dan negara lebih utama ketimbang pribadi hingga soal netralitas.
Ketua Senat Akademik Unesa, Prof Setya Yuwana mengatakan, mereka mendorong semua pihak untuk menjaga kebersamaan dan suasana kondusif demi terwujudnya demokrasi yang sehat berazaskan Pancasila dan UUD 1945.
"Mendorong semua elemen bangsa memberikan teladan yang bijak dengan mendahulukan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan untuk suksesnya Pemilu 2024," kata Prof Setya.
Bermula dari Yogyakarta
Seperti diketahui, para akademisi turun gunung menyuarakan kegelisahan mereka.
Para dosen, termasuk guru besar sejumlah perguruan tinggi negeri ataupun swasta, menyatakan sikap.
Dimulai dari Petisi Bulaksumur, Rabu (31/1/2024), para sivitas akademika UGM menyerukan ajakan kembali ke jalan demokrasi kepada Presiden Jokowi serta aparat penegak hukum, pejabat negara, dan aktor politik.
”Segera kembali pada koridor demokrasi serta mengedepankan nilai-nilai kerakyatan dan keadilan sosial,” kata Guru Besar Fakultas Psikologi UGM Koentjoro.
Universitas Islam Indonesia (UII) menyusul dengan pernyataan sikap akademika UII bertajuk ”Indonesia Darurat Kenegarawanan”, Kamis (1/2/2024).
Rektor UII Fathul Wahid yang didampingi sivitas akademika UII meminta setiap pejabat yang memiliki akses terhadap sumber dana negara dan terlibat sebagai tim sukses atau ikut dalam kampanye salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden mundur dari jabatannya.
Sementara pada hari Sabtu, 3 Februari, Sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) menyerukan pesan dan imbauan moral bertema ”Mengawal Demokrasi Indonesia yang Berkeadaban.
Disusul Sivitas akademika Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, tak ketinggalan menyampaikan keprihatinan terhadap proses berdemokrasi di Indonesia menjelang Pemilu 2024, Jumat (2/2/2024).
Sivitas akademika Universitas Padjadjaran (Unpad), Bandung, Jawa Barat, juga menyerukan supaya para penguasa melaksanakan demokrasi yang bermartabat dalam Pemilu 2024, Sabtu (3/2/2024).
Pada hari yang sama, pesan kebangsaan dan imbauan moral juga disampaikan Dewan Guru Besar Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) di Kampus Terpadu UMY, Bantul, DI Yogyakarta.
Tiga Kampus Beda Sikap
Berbeda dengan kebanyakan Kampus lainnya, tiga Perguruan Tinggi Negeri di Jawa Tengah ini tak mau ikut memberi petisi yang bernada kritik ke Presiden Jokowi terkait Pilpres 2024.
Ketiga kampus tersebut adalah Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto dan Universitas Islam Negeri (UIN) Wali Songo Semarang.
Rektor Undip Yos Johan Utama menyatakan dinamika perbedaan pilihan harus dihormati.
"Setiap orang memiliki hak secara konstitusional dalam demokrasi, menyampaikan pendapat di muka umum tanpa terkecuali," kata Yos kepada wartawan, Minggu (4/2).
Sementara Rektor Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Prof Dr Ahmad Sodiq justru memberikan apresiasi atas kinerja Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) selama dua periode kepemimpinannya.
Dalam video yang dirilisnya, Prof Sodiq mengapresiasi prestasi dan kontribusi yang telah dilakukan oleh Jokowi untuk kemajuan Indonesia dalam dan luar negeri.
"Kami mengapresiasi legasi Bapak Presiden RI Jokowi pada dua periode kepemimpinannya, yakni periode 2014 hingga 2024. Presiden RI ke-7 ini adalah seorang negarawan yang telah banyak berjasa bagi negeri ini," jelasnya.
Terpisah, Wakil Rektor III UIN Walisongo Semarang Achmad Arief Budiman berharap masyarakat berhati-hati dan tidak terprovokasi munculnya petisi dari sejumlah kampus perguruan tinggi.
"Harus perlu dibangun sikap berhati-hati menerima informasi dari mana pun termasuk dari media sosial dan informasi-informasi lain terkait dengan upaya-upaya yang harus diwaspadai berupa petisi maupun sikap-sikap yang destruktif terhadap negara Indonesia yang kita cintai," ungkap Arief.