Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), menerima kunjungan silaturahmi dari sejumlah tokoh yang tergabung dalam Gerakan Nurani Bangsa (GNB).
Usai melakukan pertemuan kurang lebih 1,5 jam, JK mengungkapkan adanya gerakan tersebut lantaran adanya kekhawatiran perihal penyelenggaraan Pemilu 2024 yang jauh dari hati nurani.
Baca juga: Istri Gus Dur hingga Uskup Agung Jakarta Sambangi Kediaman Jusuf Kalla, Ada Apa?
"Kenapa ada gerakan Nurani bangsa? Karena ada pertanyaan dan kekhawatiran hati nurani kita dan hati nurani kekuasaan sudah menurun," kata JK di kediamannya, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (7/2/2024).
Sebab itu, menurutnya sangat penting untuk mengawal proses demokrasi, dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Selain itu, JK mengingatkan seluruh aparatur negara, terutama TNI dan Polri untuk bersikap netral.
Baca juga: Tidak Hanya ke ASN dan TNI/Polri, Jokowi Juga Minta BIN Jaga Netralitas di Pemilu 2024
"Kita dukung aparat negara, polisi, tentara kepala desa agar kembali ke hati nuraninya. Jangan coba-coba mencuri hati nurani rakyat. Karena suara ini dari hati nuraninya," ucap dia.
"Jangan ada yang mencuri. Bukan suaranya Prabowo, Anies, ganjar dicuri, bukan. Tapi suara rakyat yang dicuri kalau tak sesuai hati nurani. Karena itu gerakan ini sampaikan itu," lanjut JK.
Lebih lanjut, di sisa masa kampanye ini, JK mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menjaga pemilu dari kecurangan.
Sehingga hasil dari proses penyelenggaraan pemilu ini bisa diterima oleh semua pihak.
"Dengan pemilu yang bersih, dapat memilih pemimpin yg bersih. Kalau prosesnya salah, maka pemimpin yang dipilih juga salah. Jadi kita lakukan proses yang bersih untuk sekarang dan masa akan datang," tandasnya.
Ada pun tokoh-tokoh GNB tersebut diantaranya yakni istri presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta Nuriyah Abdurrahman beserta putrinya Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid.
Kemudian Uskup Agung Jakarta Kardinal Mgr Ignatius Suharyo, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom, mantan dubes Makarim Wibisono, dan rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Komarudin Hidayat.