Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Perhimpunan Gerakan Nusantara Raya (PGNR) Oktaria Saputra berharap terwujudnya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 yang netral, dan menekankan penting netralitas para pejabat negara.
Gelombang protes berdatangan, secara masif dilakukan oleh civitas akademika berbagai perguruan tinggi di tanah air. Hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghimbau agar untuk menciptakan kedaulatan rakyat, Pemilu harus berintegritas, di mana ASN, TNI, POLRI dan BIN harus netral.
"Pada kenyataan di lapangan, tak jarang ditemui kampanye terselubung yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terikat oleh negara. Artinya, himbauan tidak saja mengikat ASN, TNI POLRI DAN BIN, tetapi juga wajib berlaku untuk para pejabat negara," ujarnya, Jumat (8/2/2024).
Baca juga: Komisi III DPR Nilai Sejauh Ini Kejaksaan yang Paling Tegas Jaga Netralitas Pemilu 2024
Alasannya, menurut Okta, ASN, TNI, POLRI, BIN maupun pejabat negara sama-sama digaji oleh rakyat, sehingga imbauan untuk menjaga netralitas semestinya menyeluruh, alias tidak mengistimewakan para pejabat negara.
"Apabila para pejabat negara aktif tetap bersikukuh untuk tetap berkampanye, semestinya secara moral mereka mengundurkan diri sebagai pelayan masyarakat di ranah eksekutif," tuturnya.
Sebab sejauh ini, dari pandangan Okta, terjadi bias status terus ditunjukkan ke publik, tugas kenegaraan tidak optimal karena fokus utama sudah dialihkan ke kampanye untuk memenangkan pasangan Capres-Cawapres.
"Menurut hemat saya, kerapkali tidak diindahkannya himbauan netralitas dalam Pemilu dikarenakan belum diterapkannya sanksi yang tegas. Pemberlakuan sanksi yang tegas terhadap pelangggaran Pemilu akan membuat para pihak yang terikat oleh peraturan netralitas Pemilu akan berpikir panjang sebelum mengambil langkah terjun ke dalam kampanye," terang Okta.
Berhubungan dengan sanksi, lanjut dia, ini kembali lagi ke sikap dan ketegasan dari pemimpin. Ini merupakan situasi yang rumit, sebab para pucuk pimpinan di negeri ini berlatar belakang politisi, dan mereka selalu mempunyai sikap politik pada momentum seperti ini.
"Sehingga salah satu solusi menciptakan netralitas yaitu lagi dan lagi para pejabat negara harusnya mengundurkan diri untuk fokus saja ke kampanye," kata Okta.
Pemilu yang netral merupakan keinginan bersama, yang semestinya. Sehingga pemimpin yang dilahirkan benar-benar datang dari proses demokrasi yang suci. Netralitas dalam Pemilu sangat menentukan pematangan demokrasi kita, dan lebih dari itu sangat menentukan nasib negara kita ke depan di berbagai aspek.
Sebelumnya, pada tanggal 7 Februari 2024, Presiden Joko Widodo hadir di hadapan publik untuk memberikan respon terhadap situasi bangsa kekinian terkait dengan dinamika politik. Polemik tercipta karena pernyataan Jokowi yang menyebutkan bahwa Presiden boleh berkampanye dan itu diatur oleh undang-undang.
Presiden Jokowi juga menghimbau kepada seluruh rakyat Indonesia, apapun hasil dari Pemilu nantinya itu harus diterima. Semestinya Presiden Jokowi konsisten dari awal untuk mengkampanyekan Pemilu yang netral dan berintegritas.
"Harapan dari Pak Jokowi merupakan harapan dari seluruh rakyat Indonesia, bagaimana Pemilu dijalankan secara damai, jujur dan adil tanpa merugikan pihak-pihak tertentu," tutur Okta.