Pertama, tim mengecek isi dan kualitas foto yang dikirim. Kemudian tim menelepon si pengirim foto dari lapangan, untuk menanyakan apakah foto pengitungan suara yang dikirim sudah akurat.
“Verifikai tahap kedua, dilakukan oleh tim Litbang Kompas dari Jakarta dengan menelepon ketua KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) atau petugas KPPS untuk verifikasi atau menanyakan apakah hasil pengitungan suara yang dikirim dari lapangan sesuai dengan hasil rekapitulasi riil di TPS itu. Setelah data presisi, dimasukkan ke dasboard sistem pengolahan data secara kompurer,” ujar Kris.
Masih menurut Kristanto, sebanyak 2.000 TPS sampel yang ditarik secara acak memiliki konsekwensi untuk kerja tim. 2.000 titik TPS itu dicari alamat lengkap.
“Ternyata ada di daerah terluar, desa terpencil atau di pegunungan. Tim kami harus datang ke sana, walaupun jauh, kecuali di pengunungan Papua,” kata Kris.
Dengan cara randong sampling itulah, interviewer Litbang Kompas, melakukan hitung cepat dari lima titik terluar wilayah Indonesia.
Yakni di dekat Titik Nol Sabang, Aceh, selaku wilayah paling Barat. Kemudian di bagian Selatan terletak di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
Di daerah terluar, terdapat di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, titik perbatasan Indonesia dengan Malaysia.
Selanjutnya di Pulau Talaud, Sulawesi Utara, lokasi paling utara, serta dekat perbatan Indonesia dengan Papua Nugini.
Dari lima titik terluar dan perbatasan itu, tim interviewer Litbang Kompas akan menyampaikan laporan pandangan mata secara langsung dari lapangangan. Mereka akan laporan untuk Kompas.id dan Tribun Network.
Mengatasi kemungkinan kendala sinyal dari lokasi survei hitung cepat, petugas wajib mencari lokasi yang terkoneksi dengan sambungan sinyal telepon seluler.
“Petugas harus bergeser, untuk mencari tempat yang ada sinyal. Bisa 5 kilometer, bisa 10 kilometer baru kirim. Pokoknya harus bisa melaporkan, pada hari yang sama dengan pencoblosan,” ujar Kris.
Jika ada titik survei yang lokasinya benar-benar jauh sekali, dan waktu pengiriman lebih dari satu hari, maka Litrbang Kompas menyediakan alat komunikasi telepon satelit.
Sejauh ini, seorang interviewer di Papua menggunakan telepon satelit.
Untuk survei exit poll, Harian Kompas menyelenggarakan survei setelah pemilihan. Tim survei akan mengambil 4 responden setiap TPS sampel, mereka yang telah selesai menggunakan hak pilih, dan baru saja meninggalkan bilik suara.
Dengan demikian, terdapat 8.000 responden yang diwawancarai petugas survei di 2.000 TPS.