Pola kedua, yaitu sistem "noken gantung", dilandaskan pada hasil kesepakatan bersama masyarakat dengan kepala suku setelah melalui proses deliberasi (melakukan pertimbangan yang mendalam dengan melibatkan semua pihak sebelum mengambil keputusan).
Pada hari pemilihan umum, tas noken berperan sebagai pengganti kotak suara.
Masing-masing noken melambangkan suatu calon, dan pemilihan dilakukan di muka umum dengan memasukkan surat suara ke dalam noken calon yang telah disepakati, atau dengan berbaris di hadapan noken tersebut.
Suara bisa diberikan kepada satu calon saja atau dibagi kepada beberapa calon sesuai kesepakatan sebelumnya.
Namun, dilaporkan bahwa belakangan unsur deliberasi dan pemilihan umum dengan menggunakan noken sudah menghilang di lapangan.
Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa sistem noken adalah konstitusional karena dianggap sebagai pendekatan yang paling realistis untuk mencegah konflik dan disintegrasi.
Selain itu, sistem noken juga dianggap oleh Mahkamah Konstitusi sebagai bagian dari hak adat masyarakat wilayah Pegunungan Tengah.
Baca juga: Viral Perusakan Logistik Pemilu 2024 di Paniai, KPU Papua Tengah Ungkap Fakta
Namun, sistem noken juga menuai kritikan karena memicu sistem broker yang berujung pada politik uang; rentan dimanipulasi oleh elite politik; mengorbankan hak pilih individu; serta bertentangan dengan asas pemilihan umum yang bebas dan rahasia.
Hasil pemilihan umum sistem noken juga terbilang "ganjil" bila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia, mengingat tingkat partisipasi mencapai 100 persen, jumlah suara tidak sah tidak ada sama sekali, dan perolehan suara calon di wilayah tertentu bisa mencapai 100%.
Selain itu, pandangan Mahkamah Konstitusi bahwa sistem noken memelihara perdamaian juga dipertanyakan, karena sistem tersebut malah dianggap bisa memperburuk ketegangan dan konflik antaretnis.
Dalam keputusan KPU juga diatur, pemungutan suara dengan sistem noken di TPS dilaksanakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), dan dilarang untuk dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu di tingkat kelurahan, kecamatan, atau kabupaten.
KPPS juga boleh menyediakan atau memperkenankan pemilih membawa noken atau perlengkapan lain sesuai dengan kelaziman atau kebiasaan di wilayah tersebut.
KPPS harus memastikan pemungutan suara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan berjalan secara tertib dengan mengutamakan kesepakatan bersama atau aklamasi dari para pemilih yang terdaftar dalam DPT.
KPU kabupaten juga diminta melakukan sosialisasi dan simulasi mengenai esensi dari demokrasi yang dilaksanakan melalui sistem noken ini.