Alhasil dari sisi kreatif, pendekatan Prabowo-Gibran jauh lebih nge-pop dibandingkan paslon lain.
Semua bentuk kreativitas ini juga mampu diturunkan langsung ke anak muda berkat kerja TKN Muda Prabowo-Gibran yang diisi pemuda rentang usia 17-30 an tahun.
"Seperti yang pernah saya ulas dalam tulisan sebelumnya sebelum Pemilu, salah satu terobosan yang dilakukan Prabowo-Gibran adalah membentuk divisi Fanta yang menjadi cluster TKN pemilih muda," ungkap Sammy.
Sammy kemudian mengutip pernyataan dari Walt Disney bahwa 'Marketing yang baik mampu membentuk loyalitas konsumen hingga enggan melihat produk lain'.
Hal ini yang dilakukan oleh TKN Pemilih Muda, di mana mereka memasarkan politik yang heboh, seru, dan asik bagi anak muda.
Spontanitas dan keunikan Prabowo dan Gibran dalam debat 'dipasarkan' sebagai sebuah tren baru.
Pada sisi sebaliknya, paslon lain memilih kemasan yang lebih serius dengan format diskusi, baik online maupun offline.
Seperti metode kampanye Anies Baswedan yang sejak awal punya brand sebagai akademisi atau intelektual.
Sedangkan Ganjar Pranowo mencoba memperkuat citra yang merakyat.
Brand ini juga amat kuat melekat di diri Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Namun kurang jelas siapa sasarannya, apakah brand muda atau merakyat.
"Jadi bisa disimpulkan bahwa secara kreativitas dan brand, Prabowo dengan gaya nge-popnya memiliki kebaruan serta diferensiasi dibanding paslon lain. Inilah yang benar-benar diterima pasar pemilih yang pada Pilpres 2024 ini lebih dari setengahnya adalah pemilih muda," ucap Sammy.
Di sisi lainnya, gaya Prabowo-Gibran ini sempat banyak dikritisi kompetitornya lewat tudingan tidak mencerdaskan masyarakat.
Kemudian muncul dikotomi gaya kampanye nge-pop Prabowo-Gibran itu tak mendidik.
"Kalangan elitis kerap menghina budaya pop sebagai budaya rendahan. Padahal budaya pop adalah refleksi dari masyarakat itu sendiri," pungkas dia.