TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) suara sah nasional diubah lewat sidang uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
MK mengabulkan untuk sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen 4 persen.
Gugatan ini diajukan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, selaku pemohon.
Dalam petitumnya, Perludem menganggap ketentuan ambang batas tersebut menghilangkan suara rakyat atau pemilih yang tidak terkonversi menjadi kursi di DPR.
MK pun menilai ketentuan ambang batas empat persen yang diatur di dalam UU Pemilu tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Kendati demikian, ambang batas parlemen tersebut tetap konstitusional sepanjang tetap berlaku di Pemilu DPR 2024.
Ambang batas parlemen menjadi konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Dengan kata lain, MK menyebut ambang batas empat persen harus diubah sebelum Pemilu serentak tahun 2029.
Putusan MK itu mendapat dukungan dari sejumlah pihak, namun ada pula pihak yang mengkritik.
Kritik itu salah satunya datang dari partai Nasdem.
Baca juga: Puji Putusan MK soal Ambang Batas Parlemen 2024, Mahfud MD Ungkit Putusan yang Loloskan Gibran
Nasdem Harap Ambang Batas Tetap Ada
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai NasDem, Hermawi Taslim, keberatan dengan putusan MK itu.
Hermawi mengatakan, pemberlakuan ambang batas parlemen adalah sebuah praktik demokrasi modern dalam rangka konsolidasi demokrasi.