TRIBUNNEWS.COM - Melonjaknya suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada real count Pemilu 2024 berbuntut kritikan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Berdasar pantauan Tribunnews, raihan suara PSI meroket dalam tiga hari berdasarkan hasil hitung suara manual atau real count KPU dari 29 Februari-2 Maret 2024.
Dalam rentang waktu tersebut, suara PSI bertambah hingga 230.361 suara per 2 Maret 2024 pukul 15.00 WIB. Sedangkan pada 29 Februari 2024 pukul 10.00 WIB, suara PSI baru mencapai 2.171.907 atau 2,86 persen.
Terbaru, per Senin (4/3/2024) pukul 15.00 WIB, suara PSI mencapai 2.404.302 suara atau 3,13 persen.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai lonjakan suara yang dialami PSI tidak masuk akal.
"PSI satu-satunya partai yang mengalami lonjakan suara sangat tajam itu dalam kurun waktu dan rentang persentase suara masuk yang sama," ungkap pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil, dari Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum & HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, Senin.
"Bagi Koalisi Masyarakat Sipil yang sangat akrab dengan data riset serta terbiasa membaca tren dan dinamika data, lonjakan presentase suara PSI di saat data suara masuk di atas 60 persen itu tidak lazim dan tidak masuk akal," lanjutnya.
Koalisi Masyarakat Sipil menyebut, sudah mengingatkan penghentian pleno terbuka tentang rekapitulasi suara secara manual di tingkat Kecamatan serta penghentian Sirekap KPU harus dipersoalkan.
"Sebab hal itu menguatkan kecurigaan publik bahwa Pemilu 2024 telah dibajak oleh rezim Jokowi," ungkapnya.
Menurut Koalisi Masyarakat Sipil, rekayasa tersebut diduga untuk mewujudkan tiga keinginan Jokowi.
"Yaitu satu, memenangkan Paslon Capres Cawapres Prabowo-Gibran, dua, meloloskan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) ke Parlemen, dan tiga, untuk menggerus suara PDI Perjuangan," ujarnya.
Baca juga: Formappi Desak Bawaslu RI Dibubarkan Buntut Lonjakan Suara Tidak Wajar PSI
Koalisi Masyarakat Sipil telah menduga penggelembungan suara akan terjadi bersamaan dengan penghentian penghitungan manual di tingkat kecamatan dan penghentian Sirekap KPU.
"Jika dugaan penggelembungan suara PSI dan fakta-fakta kecurangan ini dibiarkan, maka lengkaplah kekacauan Pemilu 2024 yang dengan sendirinya menghancurkan legitimasi Pemilu," ungkapnya.
Oleh karena itu, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak para anggota DPR RI menggunakan hak konstitusional untuk membongkar kejahatan Pemilu 2024, khususnya melalui penggunaan Hak Angket.
Pengamat Khawatir Jokowi Ingin Amankan Sang Putra
Sementara itu, pengamat politik Ikrar Nusa Bhakti turut mengritisi suara PSI yang tiba-tiba menggelembung.
Menurut Ikrar, sangat mustahil ada sebuah parpol suaranya meroket hanya dalam waktu tiga hari.
“Ini kalau tidak kita kritisi dan kawal bersama, bukan mustahil suara PSI pada 20 Maret 2024 sudah mencapai empat persen atau lebih."
"Harus ditilik bagaimana suara itu masuk melalui C1 Plano, kalau PSI berhasil masuk Senayan, maka bukan mustahil Kaesang maju sebagai kepala daerah," imbuh Ikrar dikutip dari WartaKotalive.com, Minggu (3/3/2024).
Ikrar pun mengaku waswas melihat penggelembungan suara PSI ini.
Ia khawatir lonjakan suara partai pimpinan putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, tersebut akan beririsan dengan penyelundupan hukum.
“Bukan mustahil MK membuat UU baru, yang waktu itu tidak disetujui Pak Mahfud."
"Syarat usia minimal hakim MK mau direvisi. Saya curiga hal ini untuk mendepak orang-orang seperti Saldi Irsa yang saat bergabung ke MK-waktu itu usianya belum 45 tahun."
"Penyelundupan hukum seperti yang terjadi ketika Gibran maju sebagai cawapres, sama persis dengan usaha mendepak hakim-hakim yang memiliki kepribadian tinggi,” jelas Ikrar.
Baca juga: Suara PSI Meroket dalam Sirekap KPU, Pengamat Sebut Perlu Ada Investigasi
Peristiwa Pilpres 2024, lanjut Ikrar, dapat menjadi tolak ukur bagaimana Jokowi bersikap.
"Saya kira cukup Gibran saja, tetapi ternyata tidak. Kita lihat nanti, Pilkada dimajukan ke September, bukan November, kalau itu terjadi bukan mustahil Pak Jokowi memiliki kepentingan di situ."
"Lagi-lagi ada anggota keluarganya yang ikut Pilkada. Kalau PSI berhasil masuk Senayan, Kaesang tidak mustahil maju sebagai pemimpin daerah,” pungkas Ikrar.
Tanggapan KPU
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, menanggapi pernyataan Koalisi Masyarakat Sipil yang menilai ada penggelembungan suara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) di Pemilu 2024.
Merespons hal itu, Idham mengungkapkan, bahwa di negara demokrasi semua orang berhak berkomentar.
Tetapi menurutnya komentar yang baik harus disertakan fakta dan data.
“Siapapun dalam negara demokrasi bisa berkomentar. Komentar yang baik adalah komentar yang dilandasi pada fakta ataupun data,” kata Idham kepada awak media di kantor KPU, Jakarta Pusat, Minggu (3/3/2024) sore.
Ia menjelaskan bahwa data yang dipublikasi di Sirekap, selalu disematkan foto formulir C1 hasil rapat pleno bersama.
“Oleh karena itu saya ingin mengajak kepada para pengakses Sirekap tidak hanya melihat data numeriknya saja. Tetapi mohon lihat foto formulir model C1 hasil plenonya."
"Apakah antara data perolehan suara peserta pemilu, yang ada di dalam formulir model C1 hasil pleno dengan data numerik sirekapnya, akurat atau tidak,” tegasnya.
Respons Jokowi
Sementara itu, Presiden Jokowi ditanya perihal suara PSI yang melonjak naik.
Jokowi tidak menjawab secara detail soal urusan tersebut ke partai.
Jokowi hanya menegaskan, bahwa soal lonjakan suara PSI itu adalah urusan partai.
Sehingga sebaiknya publik menanyakan hal tersebut kepada pihak partai dan KPU.
"Itu urusan partai tanyakan ke partai, tanyakan ke KPU," ujar Jokowi di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (4/3/2024).
Sebagian artikel telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul Ikrar Nusa Bhakti Endus Rekayasa Baru Jokowi: PSI Lolos DPR RI, Kaesang Ikut Pilkada
(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Yohanes Liestyo P, Galuh Widya Wardani, Fersianus Waku) (WartaKotalive.com)