TRIBUNNEWS.COM - Perbedaan sikap terjadi antar fraksi partai di parlemen saat rapat paripurna ke-13 pembukaan masa sidang IV 2023-2024 yang digelar pada Selasa (5/3/2024).
Adapun perbedaan sikap tersebut terkait usulan hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Pada rapat hari ini, ada tiga partai yang mengusulkan dilakukannya angket yaitu PKB yang diwakili Luluk Nur Hamidah, PKS oleh Aus Hidayat Nur, dan Aria Bima dari PDIP.
Luluk mengungkapkan dukungan adanya hak angket lantaran adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan untuk memenangkan salah satu paslon tertentu dalam Pilpres 2024.
Kemudian, dia menganggap Pemilu 2024 merupakan pemilu terburuk yang digelar sejak Reformasi 1998.
Menurutnya, Pemilu 2024 digelar tanpa adanya etika dan moral politik yang dijunjung.
"Sepanjang pemilu yang saya ikuti semenjak 1999, saya belum pernah melihat ada sebuah proses pemilu sebrutal dan semenyakitkan ini di mana etika dan moral politik berada di titik minus," ujarnya, Selasa, dikutip dari YouTube DPR RI.
Luluk menganggap DPR selaku lembaga perwakilan rakyat seharusnya bertindak ketika ada para akademisi hingga rakyat sudah menyuarakan adanya dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024.
Alhasil, sambungnya, DPR seharusnya menggunakan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 saat ini.
"DPR hendaklah menggunakan hak konstitusionalnya melalui hak angket sehingga melalui hak angket inilah, kita menemukan titik terang seterang-terangnya sekaligus juga mengakhiri desas-desus yang tidak perlu," tuturnya.
Baca juga: Gerindra dan Demokrat Pertanyakan Usulan Hak Angket, Singgung Alasan hingga Kebutuhan Masyarakat
Sementara anggota DPR dari Fraksi PKS, Aus Hidayat Nur, mendorong agar hak angket dilakukan demi membuktikan kecurigaan terhadap pemilu yang dianggap tidak jujur dan adil.
Menurutnya, masyarakat saat ini mulai was-was atas pelaksanaan pemilu yang berlangsung curang.
Alhasil, Hidayat Nur menilai hak angket dapat menjadi instrumen yang bisa digunakan DPR untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
"Hak angket adalah salah satu instrumen yang dimiliki DPR dan diatur dalam UUD, dan UU bisa digunakan untuk menjawab kecurigaan dan praduga itu secara terbuka dan transparan," tuturnya.