News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Pakar Hukum Tata Negara: Hak Angket Penting Digulirkan Sebab MK Tak Bisa Sentuh Kecurangan TSM

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti ditemui di sebuah hotel kawasan Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2023).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menyatakan bahwa pengguliran Hak Angket DPR jadi penting karena Mahkamah Konstitusi (MK) kemungkinan enggan menyentuh persoalan dugaan kecurangan pemilu yang Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM).

MK kata Bivitri hanya akan berkutat pada perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

Hal ini disampaikan dalam diskusi 'Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi?' di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).

"Saya mau mengingatkan teman-teman, dari segi teknis hukum, kita nggak bisa, itu bukan pilihan kalau ke MK aja nggak usah angket, salah, nggak ada hubungannya," kata Bivitri.

"MK itu sebenarnya nanti hanya berkutat pada perselisihan hasil pemilu. Secara konstitusional terminologinya begitu PHPU," lanjut dia.

Baca juga: NasDem Siap Ajukan Hak Angket Tanpa PDIP, Mampukah Lawan Kubu Prabowo? Ini Hitungan Kekuatan di DPR

Apalagi kata Bivitri, MK hanya memiliki waktu selama 14 hari untuk memeriksa perkara sengketa hasil pemilu.

Masa 14 hari tersebut menurutnya menjadi sempit jika harus memeriksa banyaknya tempat pemungutan suara (TPS) maupun saksi-saksi yang diajukan.

"Waktunya cuma 14 hari, bayangin seluruh Indonesia berapa ratus juta pemilih kita. Karena waktunya sempit, tahun 2019 itu saksi aja dibatasi," ungkap Bivitri.

Baca juga: NasDem Siap Ajukan Hak Angket Tanpa PDIP, Mampukah Lawan Kubu Prabowo? Ini Hitungan Kekuatan di DPR

Apalagi fokus pemeriksaan juga tidak menyentuh soal yang sifatnya TSM, misalnya pengusutan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) maupun sugaan pengerahan kepala desa.

"MK biasanya dengan batasan UU pemilu juga tidak akan bisa menyentuh soal-soal yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif. Jadi jangan bayangkan di MK kita punya ruang bebas kenapa bansos disalahgunakan, kenapa ada pengerahan kepala desa," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini