Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti menyatakan bahwa pengguliran Hak Angket DPR jadi penting karena Mahkamah Konstitusi (MK) kemungkinan enggan menyentuh persoalan dugaan kecurangan pemilu yang Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM).
MK kata Bivitri hanya akan berkutat pada perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
Hal ini disampaikan dalam diskusi 'Konsolidasi untuk Demokrasi Pasca Pemilu 2024: Oposisi atau Koalisi?' di Auditorium Juwono Sudarsono, FISIP Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Kamis (7/3/2024).
"Saya mau mengingatkan teman-teman, dari segi teknis hukum, kita nggak bisa, itu bukan pilihan kalau ke MK aja nggak usah angket, salah, nggak ada hubungannya," kata Bivitri.
"MK itu sebenarnya nanti hanya berkutat pada perselisihan hasil pemilu. Secara konstitusional terminologinya begitu PHPU," lanjut dia.
Baca juga: NasDem Siap Ajukan Hak Angket Tanpa PDIP, Mampukah Lawan Kubu Prabowo? Ini Hitungan Kekuatan di DPR
Apalagi kata Bivitri, MK hanya memiliki waktu selama 14 hari untuk memeriksa perkara sengketa hasil pemilu.
Masa 14 hari tersebut menurutnya menjadi sempit jika harus memeriksa banyaknya tempat pemungutan suara (TPS) maupun saksi-saksi yang diajukan.
"Waktunya cuma 14 hari, bayangin seluruh Indonesia berapa ratus juta pemilih kita. Karena waktunya sempit, tahun 2019 itu saksi aja dibatasi," ungkap Bivitri.
Baca juga: NasDem Siap Ajukan Hak Angket Tanpa PDIP, Mampukah Lawan Kubu Prabowo? Ini Hitungan Kekuatan di DPR
Apalagi fokus pemeriksaan juga tidak menyentuh soal yang sifatnya TSM, misalnya pengusutan penyalahgunaan bantuan sosial (bansos) maupun sugaan pengerahan kepala desa.
"MK biasanya dengan batasan UU pemilu juga tidak akan bisa menyentuh soal-soal yang sifatnya terstruktur, sistematis dan masif. Jadi jangan bayangkan di MK kita punya ruang bebas kenapa bansos disalahgunakan, kenapa ada pengerahan kepala desa," katanya.