Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi PPP Syamsurizal, merespons Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan bahwa ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4 persen suara sah nasional harus diubah.
Syamsurijal menyebut, jika penentuan seorang caleg dapat kursi atau tidak masih didasarkan pada ambang batas parlemen, berapapun angkanya, maka akan tetap ada suara rakyat yang sia-sia.
Sebab itu, menurutnya penentuan perolehan kursi seharusnya cukup ditentukan siapa caleg yang memperoleh suara terbanyak sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia di Dapil tersebut.
“Jadi ambang batas atau tidak ada, saya kira tidak besar pengaruhnya. Justru kalau ada ambang batas, misalnya 4 atau 5 persen, kalau ada partai sudah memperoleh kursi misalnya 3,8 persen suara itu menjadi sia-sia karena rakyat yang memilih. Berapa juta (suara yang terbuang) kalau untuk mendapat 3,8 persen ambang batas itu dia tidak bisa masuk karena syaratnya 4 persen,” kata Syamsurizal kepada wartawan, Senin (11/3/2024).
Baca juga: Soal Ambang Batas Parlemen Tak Lagi 4 Persen, Akademisi Harap Parpol Baca Menyeluruh Putusan MK
"Jadi, kalau memang mereka partai bisa melewati ambang batas, tapi toh dia kalah jumlah suara dengan kursinya dan kursi yang tujuh sudah terpenuhi, maka tetap tidak akan ada gunanya," imbuhnya.
Namun, Syamsurijal tidak pada posisi untuk mendukung atau menolak putusan MK itu.
Sebab menurutnya arena yang paling substansial adalah tiap caleg harus mendapatkan suara setinggi-tingginya untuk meraih alokasi kursi yang tersedia.
Baca juga: Pengamat Prediksi Akan Ada Kompromi Pemerintah dan DPR Selanjutnya, Terkait Ambang Batas Parlemen
“Katakanlah di Dapil A mereka membutuhkan 7 kursi, siapa yang bisa berebut jumlah kursi itu, siapa yang tertinggi, mereka yang bisa mengisi itu," ujarnya.
"Jadi, kalau memang mereka partai bisa melewati ambang batas, tapi toh dia kalah jumlah suara dengan kursinya dan kursi yang tujuh sudah terpenuhi, maka tetap tidak akan ada gunanya. Jadi turunkan saja atau bagaimana toh (ambang batas parlemen) tidak begitu besar manfaatnya," tandasnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan untuk sebagian pengujian aturan mengenai ambang batas parlemen 4 persen.
Gugatan pengujian Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang (UU) 7/2017 tentang Pemilu ini diajukan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati, selaku pemohon.
"Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Suhartoyo, dalam sidang putusan di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Mahkamah menyatakan, norma Pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 182. Tambahan Lembaran Negara Republik Indinesia Nomor 6109) adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024.
Sementara, Pasal tersebut konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
"(Konstitusional bersyarat di Pemilu 2029 dan berikutnya) sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan," ucap Suhartoyo.
Sehingga, dengan berlakunya putusan ini sejak dibacakan, MK mengamanatkan norma Pasal 414 ayat (1) UU 2/2017 tentang ambang batas parlemen perlu segera dilakukan perubahan.