TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Empat mantan pimpinan KPK bergabung bersama 50 aktivis menyurati lima ketua umum partai politik (Parpol) agar mengusung hak angket untuk melakukan penyelidikan kecurangan Pemilu 2024.
Lima Ketua Umum Parpol yang ditujukan surat tersebut adalah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh, Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, dan Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono.
Sedangkan keempat mantan pimpinan KPK tersebut adalah:
- Saut Situmorang (Komisioner KPK 2015-2019)
- Abraham Samad (Komisioner KPK 2011-2015)
- Busyro Muqoddas (Komisioner KPK 2010-2014)
- Adnan Pandu Praja (Komisioner KPK 2011-2015)
1. Saut Situmorang
Pria bernama lengkap Thony Saut Situmorang ini merupakan salah satu mantan pimpinan KPK yang cukup dikenal pada masanya.
Lulusan Universitas Padjajaran (Unpad) jurusan Fisika ini mengawali karirnya di Badan Intelijen Negara (BIN) pada tahun 1987.
Dirinya merupakan mantan Wakil Ketua KPK.
Namun dirinya mengundurkan diri pada 12 September 2019 karena kasus Revisi Undang Undang KPK.
Dirinya menjabat sebagai Wakil Ketua KPK bersama 3 orang lainnya yakni Basaria Panjaitan, Alexandar Marwata, dan Laode M Syarif.
Mereka terpilih oleh Panitia Seleksi DPR untuk masa bakti 2015–2019.
Di mana saat itu Saut Situmorang mendampingi Ketua KPK Agus Rahardjo.
Pria kelahiran Medan Belawan, Medan, pada 20 Maret 1959 ini masuk Badan Intelijen Negara (BIN) pada 1987, melansir TribunnewsWiki.com.
Pada rentang waktu 1997-2001, ia menjabat sebagai Sekretaris III KBRI Singapura.
Sedangkan pada tahun 2008 hingga 2011, Saut menjabat sebagai Sekretaris I KBRI Canberra, Australia.
Pada tahun 2013, ia juga menjadi Sekretaris Program Pendidikan Regular Angkatan ke-50 Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) pada 2013.
2. Abraham Samad
Abraham Samad lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 27 November 1966.
Ia merupakan seorang advokat yang pernah menjadi Ketua KPK periode 2011-2015.
Abraham menyelesaikan pendidikan dan meraih gelar sarjana hingga doktor dari Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar. Gelar doktor ia raih pada tahun 2010.
Dalam perjalanan kariernya, pria berusia 56 tahun itu memilih menjadi seorang advokat.
Profesinya sebagai advokat semakin vokal ketika ia juga sebagai aktivis antikorupsi.
Abraham Samad merupakan penggagas berdirinya Anti Corruption Committee (ACC) di Sulawesi Selatan.
Semenjak saat itu, karier Abraham Samad terus meningkat. Ia terpilih menjadi Ketua KPK pada usia 45 tahun.
Abraham Samad menjadi pemimpin KPK bersama Zulkarnain, Bambang Widjojanto, Busyro Muqoddas, Adnan Pandu Praja.
3. Busyro Muqoddas
Pada 25 November 2010, Busyro Muqoddas terpilih sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Indonesia, setelah melalui proses pemungutan suara di Dewan Perwakilan Rakyat mengalahkan calon lainnya, yakni Bambang Widjojanto.
Dia kemudian juga terpilih sebagai Ketua KPK mengalahkan Bibit Samad Riyanto dan M. Jasin.
Pada tanggal 20 Desember 2010, Busyro Muqoddas dilantik oleh Presiden Indonesia menjadi ketua KPK.
Busyro Muqoddas menggantikan Antasari Azhar.
Selama menjabat sebagai ketua, Busyro Muqoddas sering memberikan kritik kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Salah satunya mengenai hedonisme para anggota DPR RI.
Pada tanggal 2 Desember 2011, diadakan pemilihan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Calon ketuanya ada dua yakni Abraham Samad dan Busyro Muqoddas.
Dalam pemilihan ini, Abraham Samad terpilih menjadi Ketua KPK dengan perolehan suara sebanyak 43 suara. Sedangkan Busyro Muqoddas terpilih menjadi Wakil Ketua KPK karena hanya memperoleh 5 suara
Jabatan Busyro Muqoddas sebagai Wakil Ketua KPK berakhir pada tahun 2014.
Posisinya digantikan oleh Indriyanto Seno Adji sebagai pelaksana tugas untuk periode tahun 2015.
4. Adnan Pandu Praja
Adnan seorang advokat Indonesia yang sempat menjabat Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid 3.
Sebelumnya ia menjabat Sekretaris Jenderal Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan berprofesi sebagai advokat.
Adnan merupakan lulusan Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1987 dan dilanjutkan dengan meraih Spesialisasi Notariat dan Pertahanan pada 1996.
Isi surat
Aktivis HAM yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Internasional Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan surat tersebut telah dikirim.
Dalam lima dokumen salinan tanda terima yang ditunjukkannya, tertulis surat tersebut diterima kantor Parpol masing-masing pada Sabtu (9/3/2024).
"(Surat sudah dikirim) fisik," kata Usman yang juga menjadi bagian dari 50 tokoh tersebut ketika dihubungi Tribunnews.com pada Minggu (10/3/2024).
Berikut kutipan lengkap surat tersebut:
Perkenalkan, Kami merupakan Tokoh Masyarakat dari berbagai daerah yang memiliki concern terhadap kondisi hukum dan demokrasi Indonesia saat ini. Pada 14 Februari 2024 yang lalu, Indonesia telah melaksanakan hajatan pemilihan umum (pemilu) untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat Provinsi maupun Kabupaten Kota, dan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia.
Pelaksanaan Pemilu tersebut merupakan wujud dari pelaksanaan sistem demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di negara ini.
Ada berbagai peristiwa dan fakta yang mengonfirmasi proses pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu 2024 di atas.
Pada sebagiannya, ada kecurigaaan yang makin meluas dan memvalidasi suatu indikasi yang sangat kuat, berupa: terjadinya praktik-praktik kecurangan pemilu.
Di dalam pemantauan Kami, dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu yang dipersoalkan oleh Masyarakat, terjadi bukan hanya pada saat hari pencoblosan 14 Fabruari 2024, tetapi juga sejak awal proses penyelenggaraan pemilu hingga pasca pelaksanaan proses penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparatur kekuasaan lainnya.
Peristiwa di atas tidak hanya menyakiti hati nurani rakyat tetapi juga menimbulkan keresahan yang makin meluas di Masyarakat.
Ada banyak diskursus dengan berbagai ekspresi di kalangan Masyarakat maupun di media sosial serta muncul dan meluasnya, pernyataan sikap dari guru besar dan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Kini, ekspresi itu sudah bermetamorposa menjadi berbagai bentuk aksi demonstrasi berupa TOLAK KECURANGAN PEMILU.
Antusiasme rakyat untuk memilih dan menyambut pemimpin baru (presiden dan wakil presiden) serta anggota dewan seolah menjadi runtuh, ambruk dan roboh karena dugaan kecurangan makin sempurna hingga menimbulkan masifitas kecurigaan disebagian besar tahapan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Jika dilakukan pembiaran atas fakta kecurangan di atas, hal itu akan membuat hukum dan penegakannya dihinakan serta demokrasi makin terjungkal dan menjadi terperosok hingga tidak lagi dari, untuk dan oleh rakyat.
Sementara itu, pelaku kecurangan pemilu terus bersimaharajalela dan menjadi kian bengis, tak lagi sekedar menghidupkan preseden busuk dan bejat di dalam suatu proses pemilu.
Kesemuanya itu meninggikan keburukan kekuasaan karena berpijak pada sifat durjana serta sekaligus mendekonstruksi dan mendelegitimasi kehormatan presiden selaku pemimpin negara maupun anggota dewan selaku wakil rakyat.
Akibat lebih lanjutnya akan berdampak pada hadirnya ketidakpatuhan masyarakat pada pimpinan kekuasaan dan berbagai kebijakan negara yang dihasilkannya.
Itu sebabnya, tidak ada pilihan lain,
Kami menilai bahwa kita harus menyelamatkan hukum, penegakan hukum serta demokrasi dan demokratisasi di Indonesia melalui pemilu jujur, adil dan bersih dari praktik kecurangan.
Partai politik di dalam sistem demokrasi adalah roh dan sekaligus marwah dari demokrasi itu sendiri.
Itu sebabnya, partai politik diniscayakan sebagai media dan wadah atau kendaraan dari dan untuk menjadi anggota DPR karena hanya anggota partai politiklah yang dapat menjadi anggota DPR.
Hal diatur secara jelas di dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (UU MD3).
Itu artinya partai politik memiliki kekuasaan terhadap para politisi
yang menjadi anggota DPR.
Anggota DPR menurut Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan Pasal 79 ayat (1) huruf b jo. Ayat (3) UU MD3, DPR seperti di atas, memiliki fungsi untuk melakukan Hak Angket guna melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks pelaksanaan pemilu, hak penyelidikan ditujukan pada pelaksanaan terhadap Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota DPR selaku wakil rakyat pada pelaksanaan Pemilu Tahun 2024.
Hak di atas merupakan sesuatu yang penting, strategis, dan berdampak pada kehidupan masyarakat luas dalam konteks bernegara karena rangkaian orkestrasi kecurangan terhadap proses dan tahapan
pemilu merupakan perbuatan yang sanagt bertentangan dengan UU Pemilu dan tidak dapat ditenggang, dibenarkan dan dibiarkan.
Fakta orkestrasi dugaan kecurangan pemilu yang begitu kasat mata, vulgar dan ketara sangat jelas telah menghadirkan keresahan di seantero labirin masyarakat dan juga dapat menimbulkan histeria yang potensial memicu terjadinya huru hara dan kekacauan di dalam sistem sosial kemasyarakatan.
Oleh karena itu, Partai Politik sebagai institusi yang mengorganisasikan wakil rakyat sudah seharusnya menggerakkan dan mendorong DPR untuk menggunakan Hak Angket guna melakukan penyelidikan fakta masifitas kecurangan pemilu.
Kesemuanya itu ditujukan untuk menyelamatkan hasil pemilihan umum 2024 dan sekaligus untuk merespons keresahan yang sudah menuju pada kesangsian masyarakat serta untuk mencegah terjadinya berbagai kerusuhan, huru-hara dan pembangkangan pada institusi kekuasaan di kalangan masyarakat.
Para partai politik memiliki peran penting untuk mengkonsolidasi, mengaktivasi pengerahan dan menggerakan fraksi-fraksi anggota DPR untuk mengajukan dan melakukan Hak Angket penyelenggaraan Pemilu 2024.
Kami sangat meyakini dan mempunyai harapan yang sangat besar, para partai politik akan menyelematkan bangsa ini sehingga dengan sengaja terlibat intensif untuk menjaga hukum, penegakan hukum dan demokrasi serta demokratisisi di Indonesia dengan menyelamatkan Pemilu 2024.