Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 7 Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur dengan pidana penjara 7 bulan dalam kasus dugaan pelanggaran Pemilu pengubahan daftar pemilih tetap (DPT).
Ketujuh PPLN tersebut ialah Umar Faruk selaku Ketua PPLN Kuala Lumpur dan enam anggotanya: Tita Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, Khalil, dan Masduki Khamdan Muchamad.
Seluruh terdakwa, kecuali Masduki Khamdan Muchamad, tak perlu menjalani hukuman tersebut jika sudah menjalani masa percobaan selama 1 tahun.
Sementara untuk Masduki, jaksa menuntut agar dia harus ditahan di rumah tahanan (rutan).
Sebagai informasi, saat ini seluruh terdakwa tak ditahan di rutan, tetapi berstatus tahanan kota.
"Menuntut, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara masing-masing selama 6 bulan dengan ketentuan tidak perlu dijalani apabila yang bersangkutan dalam masa percobaan selama 1 tahun sejak putusan inkrah, tidak mengulangi perbuatan atau tidak melakukan tindak pidana lainnya," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan Selasa (19/3/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Khusus terdakwa 7, Masduki Khamdan Muchammad, pidana penjara selama 6 bulan dikurangkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa 7 dengan perintah agar dilakukan penahanan rutan," kata jaksa lagi.
Kemudian para terdakwa juga dituntut untuk membayar denda Rp10 juta subsidair 3 bulan penjara.
Selain itu, para terdakwa juga diminta untuk membayar biaya perkara masing-masing sebesar Rp5.000.
"Menjatuhkan pidana denda kepada seluruh terdakwa masing-masing sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti denda berupa pidana kurungan masing-masing selama 3 bulan," ujar JPU dalam persidangan.
Baca juga: Hari Ini KPU Umumkan Hasil Pemilu 2024, Simak Perolehan Suara Capres-Cawapres Seluruh Provinsi
Tuntutan ini dilayangkan lantaran jaksa menilai bahwa para terdakwa telah melakukan tindak pidana pelanggaran pemilu berdasarkan dakwaan, yakni Pasal 544 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak Pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum, memalsukan data pemilih, baik yang menyuruh yang melakukan atau yang turut serta melakukan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan kesatu," kata jaksa.
Dalam melayangkan tuntutannya, jaksa memiliki sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.