"Mudah-mudahan Mahkamah Konstitusi memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada kami, kepada semua pemohon untuk menyampaikan isi permohonannya dengan semua argumentasinya," kata Todung saat konferensi pers, Kamis (21/3/2024).
Todung berharap MK tidak membatasi pemeriksaan gugatan hanya pada persoalan sengketa atau perbedaan perolehan suara.
Sebab, hal itu tidak akan menyelesaikan persoalan dari penyelenggaraan Pemilu 2024 yang sarat dengan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
"Kalau MK membatasi hanya pada perbedaan perolehan suara, maka MK menjadi Mahkamah Kalkulator, dan itu tidak akan menyelesaikan persoalan," ujar Todung.

Menurutnya, persoalan Pemilu 2024 bukan hanya pada pelaksanaan pemungutan suara dan hasil rekapitulasi suara, tetapi pada seluruh tahapan bahkan pada masa kampanye.
Selain itu, perlu ada penyelidikan apakah ada intervensi kekuasaan, politisasi bansos, dan kriminalisasi terhadap kepala desa hingga kepala daerah.
"Nah, inilah yang membuat saya cemas dan khawatir kalau masalah semacam ini tidak dipersoalkan."
"Saya sebagai deputi hukum dari paslon 3, Ganjar-Mahfud, sering ikut kampanye ke beberapa tempat."
"Saya tidak pernah percaya Ganjar-Mahfud tidak bisa menang di Bali, padahal itu stronghold-nya PDI Perjuangan, kenapa bisa kalah di Jateng, juga di Sulawesi Utara, dan NTT. Unbelievable," ungkap Todung.
Sebagai informasi, KPU RI telah merampungkan rekapitulasi nasional hasil Pilpres 2024 di 38 provinsi dan 128 PPLN.
Hasilnya, paslon nomor urut 2 Prabowo-Gibran berhasil mengungguli dua kandidat lain dengan meraih 96.214.691 suara.
Kemudian, Anies-Muhaimin yang menempati posisi kedua memperoleh 40.971.906 suara.
Terakhir, pasangan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD berada di posisi paling buncit dengan mengoleksi 27.040.878 suara.
(Tribunnews.com/Milani Resti/Yulis)