TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak 17 orang saksi dan ahli akan memberi keterangan pada persidangan perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden (PHPU Presiden) tahun 2024 yang dimohonkan pasangan calon (paslon) Ganjar Pranowo-Mahfud MD di Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketua Tim Demokrasi dan Keadilan Ganjar-Mahfud Todung Mulya Lubis menyampaikan dari 17 orang itu terdiri atas 15 saksi dan 2 ahli.
Pihaknya mengajukan 30 saksi dan 10 ahli namun MK hanya akan mendengarkan 15 saksi dan 2 ahli.
Menurut Todung, waktu untuk mendengarkan keterangan saksi pun terbatas yakni 20 menit.
Dia menilai durasi tersebut tidak cukup untuk menggali keterangan saksi.
“Pembatasan-pembatasan itu membuat persidangan di MK tidak bisa maksimal membongkar berbagai persoalan pada Pilpres 2024 seperti kecurangan terstruktur sistematis dan massif (TSM), politisasi bansos,” kata Todung mengutip kanal Youtube Abraham Samad “Speak Up” pada Sabtu (30/3/2024).
Baca juga: PDIP Samakan Gibran dengan Sopir Truk Pemicu Tabrakan 7 Mobil di Gerbang Tol Halim Utama
Pada sidang yang berlangsung Rabu (27/3/2024), Ketua MK Suhartoyo memberikan kuota kepada pemohon paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD, masing-masing mengajukan saksi dan ahli secara akumulatif 19 orang.
Untuk saksi diberi waktu 15 menit, sedangkan ahli 20 menit sudah termasuk dengan pendalaman.
Dilarang Bersaksi
Todung juga menyampaikan, tidak mudah untuk menjadikan seseorang yang mengetahui kejadian dugaan kecurangan di lapangan untuk dijadikan saksi di pengadilan.
Sebagian besar dari mereka takut bersaksi karena tersandera kasus penyalahgunaan dana desa yang besarnya Rp 5 miliar.
“Saya ketemu kepala desa yang menyalurkan bansos dan berbicara kepada masyarakat supaya mereka milih 02, tetapi kepala desa itu tidak berani bersaksi,” ujarnya.
Dia juga bertemu dengan kepala desa asal PDI Perjuangan yang militan dan bersuara lantang, ketika diminta menjadi saksi tidak berani. Bahkan, untuk menandatangani pernyataan pun tidak berani.
“Tapi menegakkan kebenaran dan keadilan, tapi menyampaikan fakta tidak berani. Ini kita temukan di banyak tempat. Ini menyakitkan, karena mereka bisa membongkar semua kecurangan ini,” tukas Todung.