TRIBUNNEWS.COM - Tim Hukum PDIP telah resmi menggugat dugaan kecurangan Pemilu 2024 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Selasa (2/4/2024).
Anggota Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun menjelaskan inti dari gugatan berbeda dengan gugatan pihak lain terkait Pemilu 2024 seperti sengketa Pilpres 2024 yang sedang berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).
Adapun tergugat dalam gugatan ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Presiden Joko Widodo (Jokowi)
"Sementara kami ini, fokus bukan pada proses hukum oleh KPU saja tetapi lebih fokus lagi pada perbuatan melawan hukum," kata Gayus di PTUN Jakarta.
Gayus menyebut, dalam proses penyelenggaraan Pemilu 2024, ada penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power yang dilakukan Jokowi.
Selain itu, dia juga mengungkapkan adanya dugaan perbuatan melawan hukum lewat diloloskannya capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dalam Pilpres 2024.
Gayus mengungkapkan adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Jokowi dan KPU justru menguntungkan Prabowo-Gibran.
"Bahwa perbuatan melawan hukum itu menjadi satu kesatuan perbuatan yang bermuara pada perolehan hasil Pilpres yang menguntungkan paslon nomor 2 dan perbuatan melawan hukum tersebut bertentangan dengan asas-asas dan norma-norma yang ada pada aturan tentang pemilihan umum," tuturnya.
Dengan adanya dugaan perbuatan melawan hukum itu, Gayus mengatakan bahwa PDIP merasa dirugikan sebagai salah satu partai pengusung capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Pada kesempatan yang sama, anggota Tim Hukum PDIP lainnya, Erna Ratnaningsih mengungkapkan bahwa KPU telah melakukan pelanggaran hukum lantaran meloloskan Gibran sebagai cawapres Prabowo.
Menurutnya, pada saat penetapan tersebut yaitu pada Oktober 2023, KPU masih menggunakan aturan lama meski sudah ada putusan nomor 90 terkait batas usia capres-cawapres dari MK.
Baca juga: Yusril Sebut Upaya PDIP Gugat Kecurangan Pilpres 2024 ke PTUN Prematur dan Bakal Ditolak
Erna mengatakan KPU baru mengubah aturan tersebut pada 3 November 2023 atau setelah meloloskan Gibran sebagai cawapres Prabowo.
"Artinya mekanisme atau proses penetapan capres-cawapres itu dilakukan melanggar hukum atau cacat hukum," ujarnya.
Erna pun berharap, lewat gugatan ini, maka praktek-praktek semacam ini tidak terjadi lagi saat Pilkada 2024 yang akan digelar pada November mendatang.