News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2024

Todung Mulya Lubis Beberkan 12 Fakta Tak Terbantahkan pada Sidang PHPU di MK

Penulis: Yulis
Editor: Erik S
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Deputi Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyampaikan 12 fakta yang tidak disangkal dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Tim Hukum Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) membeberkan 12 fakta yang tidak disangkal dalam sidang perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu, dituangkan tim hukum Ganjar-Mahfud pada Kesimpulan Pemohon Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden No. 2/PHPU.PRES-XXII/2024, yang disampaikan ke MK pada Selasa (16/4/2024).

Ketua Deputi Hukum Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis, menyampaikan ke 12 fakta tersebut muncul dari dalil-dalil pemohon yang didukung dengan bukti-bukti, namun tidak dapat disangkal keberadaannya oleh KPU, Bawaslu, dan Pihak Terkait.

Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Minta Prabowo dan Gibran Didiskualifikasi, Todung: Apa MK Berani?

Fakta pertama, pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum kepada MK.

“Kedua, pemohon mengajukan Permohonan dalam jangka waktu yang diperkenankan,” kata Todung di Jakarta, Rabu (17/4/2024).

Ketiga, adanya pelanggaran etika di dalam proses Pilpres 2024, sebagaimana disampaikan dalam keterangan ahli pemohon, Franz Von Magniz, dan keterangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Keempat, ada tidaknya nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo sebelum dan selama perhelatan, mulai dari penyiapan dasar hukum bagi Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024 hingga pemastian agar Pihak Terkait memenangkan Pilpres 2024 dalam 1 putaran pemilihan melalui pertemuan-pertemuan dengan para pemangku kepentingan.

Kelima, adanya abuse of power yang dilakukan oleh kepala daerah, aparatur negara, kementerian dan lembaga, TNI maupun Polri. Hal itu terungkap dari keterangan saksi pemohon, Endah Subekti Kuntariningsih, Maruli Manogang Purba, dan Suprapto.

Keenam, penggunaan kepala desa sebagai alat untuk mengumpulkan suara bagi Pihak Terkait. Hal itu disampaikan dalam keterangan Ahli pemohon, Suharko, Dadan Aulia Rahman, Fahmi Rosyidi dan Memed Alijaya.

Ketujuh, hubungan patron-klien telah mengakar di Indonesia pada semua lini kehidupan, sesuai keterangan ahli pemohon Suharko, dan Hamdi Muluk.

Kedelapan, perpecahan yang timbul di masyarakat sebagai akibat dari nepotisme dan abuse of power yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.

Kesembilan, kekurangan surat suara di 27 provinsi di Indonesia. Kesepuluh, penggunaan suara lebih besar dibandingkan dengan pengguna hak pilih di setidaknya 34 provinsi di Indonesia.

Kesebelas, penggunaan surat suara yang lebih kecil dibandingkan dengan pengguna hak pilih di 8 provinsi di Indonesia. Keduabelas, kejanggalan berupa partisipasi pemilih mencapai angka 100 persen di 18 provinsi di Indonesia.

Baca juga: Kubu Ganjar-Mahfud Sebut Jokowi Tak Perlu Hadiri Sidang MK, Todung: Tidak Proporsional

"Oleh karena dalil-dalil yang didukung oleh bukti-bukti yang memadai dan tidak pernah dibantah oleh Termohon maupun Pihak Terkait, maka dalil-dalil di atas adalah fakta persidangan yang harus dianggap sebagai suatu kebenaran," kata Todung.

Pelanggaran TSM

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini