TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak menyangkal menerima Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden (Cawapres) pada Pilpres 2024, tanpa mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Hal itu, disampaikan anggota Tim Hukum Ganjar-Mahfud, Firman Jaya Daely dalam Kesimpulan Gugatan PHPU Pilpres 2024, yang dibacakan dan disiarkan secara daring, pada Rabu (17/4/2024).
Menurut Firman, fakta tentang KPU yang tidak mengubah PKPU Nomor 19 Tahun 2023 sebelum menerima Gibran sebagai kontestan di Pilpres 2024 menjadi satu dari 12 fakta persidangan yang diakui dan disepakati bersama oleh Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait.
Tim Hukum pasangan calon (paslon) Nomor Urut 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) selaku pemohon Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK, bersama KPU selaku Termohon, dan Paslon 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran), selaku Pihak Terkait, serta Bawaslu.
“Ada tiga hal sehubungan dengan fakta-fakta di dalam persidangan PHPU. Pertama, fakta dan fakta hukum yang diakui dan disepakati bersama oleh para pihak dalam perkara,” jelas Firman.
Kedua, fakta dan fakta hukum yang disengketakan oleh para pihak.
“Ketiga, fakta dan fakta hukum yang dikemukakan oleh pemohon, namun tidak dibantah oleh KPU, Bawaslu, dan/atau Paslon 2,” jelas dia.
Ada pun 12 fakta hukum yang disepakati bersama oleh para Pemohon, KPU, dan Paslon 2, adalah, pertama Pemilihan Umum (Pemilu), termasuk Pilpres 2024, seyogianya diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945.
Kedua, Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga yang berwenang untuk menjaga dan menegakkan konstitusi dan konstitusionalisme di Indonesia.
Ketiga, sudah banyak putusan MK yang memeriksa dan memutus pelanggaran kualitatif dalam pemilihan umum, baik untuk pemilihan umum kepala daerah, legislatif maupun presiden.
Baca juga: Relawan Prabowo Bakal Hadirkan Paranormal hingga Buruh Migran dalam Aksi Damai di MK Besok
Keempat, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) telah menjatuhkan Putusan No. 135-PKE-DKPP/XII/2023, No.136-PKE-DKPP/XII/2023, No. 137-PKE-DKPP/XII/2023, No. 141-PKEDKPP/XII/2023.
Kelima, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan Putusan No. 02/MKMK/L/11/2023 yang menyatakan, bahwa Hakim Konstitusi Anwar Usman telah melakukan pelanggaran etika berat ketika memutus Putusan No. 90/PUU-XXI/2023.
Keenam, pembuktian di MK sama dengan pembuktian perdata, yaitu pembuktian formil.
“Ketujuh, Termohon dalam hal ini KPU tidak mengubah PKPU No. 19/2023 sebelum menerima dan memverifikasi pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden dari Pihak Terkait,” kata Firman.
Kedelapan, Pihak Terkait adalah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang didukung oleh Presiden Joko Widodo.
Kesembilan, nepotisme adalah pelanggaran hukum.
Baca juga: 4 Fakta Mencolok di Persidangan PHPU Diungkap Tim Hukum Ganjar, Nepotisme hingga Abuse of Power
Kesepuluh, Presiden Joko Widodo melakukan banyak pembagian bantuan sosial selama periode Pilpres 2024. Hal itu diperkuat keterangan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Keuangan, dan Menteri Sosial.
Kesebelas, telah terjadi mobilisasi kepala desa selama periode Pilpres 2024. Hal itu diperkuat keterangan saksi Dadan Aulia Rahman, Fahmi Rosyidi, Memed Alijaya, dan keterangan Saksi Bawaslu, Sakhroji.
Kedua belas, telah terjadi pelbagai pelanggaran prosedur pemilihan umum selama periode Pilpres 2024, termasuk permasalahan Sirekap, dalam bentuk adanya ruang manipulasi data, dan kemungkinan kesalahan data dalam Sirekap. Data yang disajikan Sirekap menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Selain itu, Pemohon, Termohon, Pihak Terkait, dan Bawaslu juga sepakat mengenai fakta bahwa pemungutan suara tidak sesuai waktu yang ditentukan. Juga, fakta bahwa tidak adanya penjelasan dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengenai tata cara pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.
"Oleh karena fakta-fakta di atas sudah diakui dan disepakati oleh Para Pihak, maka fakta-fakta di atas dapat menjadi bahan pertimbangan oleh Majelis Hakim Konstitusi yang mulia," tutur Firman.