Meski begitu, dirinya ingin mengetahui lebih lanjut dasar filosofis dan argumentasi MA memutuskan perubahan aturan tersebut.
"Jadi keinginan kita memberikan kita konstitusi atau aturan di dalam proses kita berdemokrasi, kita untuk memberikan ruang kepada masyarakat untuk mendapatkan hak yang sama dalam kaitan untuk dipilih dan memilih," ungkapnya.
Ia juga mengatakan, putusan itu juga bisa menjadi bahan masukan bagi DPR jika ingin melakukan revisi terhadap UU Pilkada
"Kita tidak merasa DPR ini melihat bahwa UU Pilkada itu adalah UU yang sudah sempurna," tutur Wakil Ketua Komisi VI DPR RI itu.
Baca juga: Pakar Sebut Landasan MA Kabulkan Gugatan Aturan Batas Usia Kepala Daerah Terlalu Dangkal
3. Pakar
Landasan MA untuk mengabulkan gugatan mengenai aturan batas usia kepala daerah dinilai terlalu dangkal.
"Saya tadi sudah baca detail keputusannya sampai saya catat seluruh nomor halaman, kita bisa lihat pertimbangan hakim sangat-sangat dangkal," kata pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, dalam program Kompas Petang yang ditayangkan di YouTube Kompas TV, Kamis.
Ia kemudian menjelaskan kedangkalan hakim MA dalam mengabulkan gugatan itu.
Pertama, Bivitri mengatakan, MA mestinya tidak berlandaskan UUD 1945 saat akan mengubah suatu perundang-undangan.
"Karena Mahkamah Agung itu menguji peraturan perundang-undang di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan bukannya terhadap UUD 1945," jelasnya.
Kedua, ia menyebut adanya originial intent atau penafsiran dari hakim MA mengenai UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Penafsiran tekstual itu, tutur Bivitri, terkait pengubahan aturan usia kepala daerah demi mengakomodasi peluang kalangan anak muda untuk maju dalam pemilihan kepala daerah.
Padahal, sambungnya, MA tidak pernah menjelaskan poin tersebut kepada publik.
"Jadi ada simpulan yang terburu-buru (dari hakim MA)," tuturnya.
Bivitri pun menganggap publik boleh untuk mencurigai maksud lain terkait pengabulan gugatan MA ini.
"Jadi dari dangkalnya penalaran hukum itu, kita sudah boleh mencurigai kalau ada sesuatu yang bisa kita gali lagi dari keputusan seperti itu," ungkap Bivitri.
(Tribunnews.com/Deni/Rizki/Chaerul/Yohanes)