News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pemilu 2024

PPATK Diminta Klarifikasi soal Transaksi Mencurigakan Rp 80 Triliun di Masa Pemilu 2024

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Dewi Agustina
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia. Komisi II DPR RI meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mengklarifikasi temuan dugaan transaksi mencurigakan selama masa Pemilu 2024 sebesar lebih dari Rp 80 triliun.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR RI meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), mengklarifikasi temuan dugaan transaksi mencurigakan selama masa Pemilu 2024 sebesar lebih dari Rp 80 triliun.

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia menilai, klarifikasi itu perlu dilakukan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali pada penyelenggaraan Pilkada 2024.

Baca juga: PPATK Temukan Dugaan Transaksi Mencurigakan Sebesar Rp80 Triliun Lebih Selama Masa Pemilu 2024

"Sebenarnya kalau kemudian PPATK menemukan hal lain seperti itu ya diklarifikasi saja. Kenapa perlu diklarifikasi karena ini kita akan menghadapi pilkada lagi ya," kata Doli kepada wartawan, Jumat (28/6/2024).

Lebih lanjut, Doli menjelaskan sebenarnya masalah dana pemilu 2024 sudah diatur oleh KPU melalui laporan dana kampanye.

Permasalahan ini juga sudah dibahas oleh Komisi II DPR bersama penyelenggara pemilu.

"Itu kan semangatnya bersama dengan pemerintah dan DPR pada saat dikonsultasikan kita ingin supaya semuanya clear and clean gitu ya. Kita jagalah pemilu kita ini menjadi pemilu yang bersih, yang berwibawa. Dan kami merasa selama ini aturan-aturan juga sudah cukup memadai," ucap Waketum Partai Golkar itu.

Doli mengungkapkan, dalam rapat Komisi II DPR bersama KPU dan Bawaslu, sempat diusulkan ketika kampanye di Pilkada atau Pemilu, barang-barang yang boleh diberikan kepada masyarakat sebesar Rp 100 ribu atau ada uang makan.

Namun hal tersebut ditolak karena dianggap masuk kategori politik uang.

Baca juga: Jika Tidak Puas Hasil Pemilu Ulang, Caleg Bisa Gugat Lagi ke MK

"Kami kan menolak waktu itu dijadikan PKPU. Jadi, kalau yang berkaitan dengan semangat kita membolehkan terhadap adanya potensi transaksional dalam bentuk apa pun, kami waktu itu kan tidak mau," katanya.

Doli mengatakan, sebenarnya dalam penyelenggaraan Pemilu termasuk Pilkada, sudah ada aturan dari prinsip sampai aturan teknis.

Namun Doli melihat aturan itu belum berjalan maksimal.

Karena itu, Komisi II mendorong perlunya dilakukan revisi terhadap UU Pemilu.

"Jadi aturan pokoknya, aturan prinsipnya, undang-undangnya ini masih belum cukup untuk mengantisipasi atau menghilangkan praktik itu (politik uang). Makanya dari awal kami kan mendorong supaya terjadi revisi undang-undang Pemilu yang berkaitan dengan soal itu," pungkasnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini