Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor melakukan perbaikan permohonan untuk uji materiil Undang-Undang (UU) Pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (15/7/2024).
Ada tiga pemohon termasuk Sahbirin Noor dalam gugatan yang teregister dalam perkara nomor 46/PUU/XXII/2024 ini.
Dua pemohon lainnya bernama Ahmad Sufian yang merupakan pembina dari yayasan Majelis Irsyadul Fata dan Riska Maulida, seorang mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat yang mendapatkan beasiswa dari pemerintah daerah.
Mereka mempermasalahkan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada yang sudah ditafsirkan MK melalui Putusan MK Nomor 27/PUU-XXII/2024 tertanggal 20 Maret 2024 yang menyebutkan penyelenggaraan pilkada serentak harus diikuti pula dengan pelantikan terpilih secara serentak.
Para pemohon memperbaiki kerugian konstitusional akibat berlakunya ketentuan tersebut pasca-putusan.
“Kami memilih opsi untuk menyampaikan atau mempertajam lagi kerugian konstitusional dari Pemohon II (Ahmad Sufian) dan Pemohon III (Riska Maulida) yang mulia,” ujar kuasa hukum pemohon, Rivaldi di Ruang Sidang Gedung MK, Jakarta.
Baca juga: Sejumlah Gugatan UU Pilkada Berproses di MK, KPU Bakal Patuh Jika Ada Perubahan Aturan
Rivaldi menjelaskan ihwal Ahmad dan Riska memiliki kepentingan institusional terhadap masa jabatan Sahbirin Noor.
Apabila masa jabatan Sahbirin Noor sebagai gubernur dipangkas akibat adanya penyesuaian pelantikan serentak kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024, maka bantuan yayasan maupun beasiswa kepada Ahmad dan Riska pun akan terganggu.
Untuk diketahui, Sahbirin Noor mempermasalahkan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada yang sudah ditafsirkan MK melalui Putusan MK Nomor 27/PUU-XXII/2024 menyebutkan penyelenggaraan pilkada serentak harus diikuti pula dengan pelantikan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang terpilih secara serentak agar tercipta sinergi kebijakan pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, serta menyinkronkan tata kelola pemerintahan daerah dengan pemerintah pusat.
Putusan tersebut dinilai merugikan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor.
Para Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya dibatasi hanya sampai dengan dilantiknya gubernur dan wakil gubernur yang terpilih dari Pilkada Serentak 2024 sebagaimana tafsir Putusan MK dalam putusan nomor 27.
Sebagai informasi, Sahbirin Noor dilantik pada 24 Agustus 2021 dan seharusnya menjabat selama lima tahun sampai dengan Agustus 2026.
Para pemohon mendalilkan Pasal 201 ayat (7) UU Pilkada bertentangan dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 60 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatakan dengan tegas masa jabatan adalah lima tahun.
Menurut pihaknya, Pilkada Serentak 2024 seharusnya tidak serta-merta mengurangi hak konstitusional para pemohon seperti pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi Lampung di mana gubernur dan wakil gubernur terpilih tidak langsung dilantik.
Tetapi menunggu terlebih dahulu gubernur dan wakil gubernur sebelumnya menyelesaikan masa jabatan.