TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Johanes Romeo menyoroti Carol Senduk telah mendaftar secara resmi sebagai calon Wali Kota Tomohon, Sulawesi Utara, meskipun diduga telah melanggar Undang-undang Pilkada.
Caroll yang saat ini menjabat sebagai Wali Kota Tomohon, telah mendaftar sebagai bakal calon Wali Kota Tomohon di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kamis (29/8/2024).
"Pendaftaran ini berlangsung meskipun, ia menghadapi dugaan pelanggaran Undang-undang Pilkada yang dapat mempengaruhi pencalonannya. Caroll diduga telah melanggar Pasal 71 ayat (2) UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Yang melarang kepala daerah, termasuk wali kota, melakukan rolling jabatan dalam waktu enam bulan sebelum penetapan pasangan calon, kecuali dengan izin tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri)," kata Johanes dalam keterangannya, Selasa (3/9/2024).
Johanes mengungkapkan, dugaan pelanggaran ini muncul setelah Caroll melakukan pergantian pejabat pada 22 Maret 2024 tanpa mengantongi izin dari Mendagri.
Aturan ini ditegaskan lebih lanjut oleh Mendagri Tito Karnavian melalui surat nomor 100.2.1.3/1575/SJ tertanggal 29 Maret 2024, yang menguatkan larangan tersebut dan memperjelas kewenangan kepala daerah terkait kepegawaian menjelang Pilkada.
Meskipun demikian, Caroll Senduk menunjukkan sikap optimis dan percaya diri saat mendaftarkan diri di KPU, menandakan komitmennya untuk tetap berpartisipasi dalam kontestasi politik ini.
Johanes mengungkapkan, berdasarkan informasi yang dihimpun di Sulawesi Utara, terinformasi ada tiga daerah yang melakukan penggantian pejabat dan besar kemungkinan berakibat fatal.
Dikatakan, sekalipun Menteri Dalam Negeri Jenderal (Purn) Tito Karnavian telah menganulir atau membatalkan pelantikan pejabat di waktu terlarang itu, tapi tetap penyelenggara Pilkada tidak boleh mengakomodir pencalonan incumbent.
"Saya dapat info. Ada yang sudah menyiapkan anaknya atau istrinya. Ada juga diganti kerabatnya,” ujarnya.
Diketahui, Kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat dapat jelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) bisa dikenai sanksi pidana. Hal ini sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Larangan mutasi ini berlaku 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI.
"Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah)," demikian bunyi pasal 190 UU Pilkada.
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilakukan mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.
Dalam hal ini, menteri yang dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri. Sementara itu, pada Pasal 162 ayat (3), ditegaskan bahwa kepala daerah yang ingin melakukan mutasi atau penggantian pejabat dalam kurun waktu tersebut harus memperoleh persetujuan tertulis dari menteri.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI sendiri sudah menegaskan bahwa kepala daerah dilarang mengganti pejabat menjelang Pilkada 2024, terhitung sejak 22 Maret 2024 lalu.
"Dalam rangka pencegahan pelanggaran dan sengketa proses serta memastikan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 yang demokratis dan berintegritas, demi menjamin konsistensi kepastian hukum, serta proses penyelenggaraan pemilihan yang efektif dan efisien," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam keterangan tertulis, Minggu (7/4/2024).
Pihaknya juga menyampaikan hal ini kepada Menteri Dalam Negeri sebagai pihak yang mengoordinasikan para kepala daerah, melalui surat bernomor 438/PM/K1/03/2024 yang ditembuskan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
"Bawaslu mengimbau kepada Menteri Dalam Negeri untuk memastikan tidak terdapat penggantian pejabat baik oleh Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota maupun penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Wali Kota 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri terhitung sejak tanggal 22 Maret 2024," jelas Bagja.
Baca juga: UU Pilkada Kembali Digugat ke MK, Kali Ini Permasalahkan Masa Cuti Kepala Daerah pada Masa Kampanye
Adapun KPU RI akan melakukan penetapan pasangan calon kepala daerah pada 22 September 2024, sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada 2024.