TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rano Karno tak pernah menyangka ia akan ditunjuk menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendampingi Pramono Anung.
Di usianya kini sudah 63, Rano tak punya lagi keinginan menjadi kepala daerah atau wakil kepala daerah.
Menjadi anggota DPR RI dirasanya sudah cukup.
Namun perintah Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP tak bisa dibantahnya. Ia harus siap.
Baca juga: Rano Berbagi Tugas dengan Pramono Jika Menang: Dia Siapkan Menunya, Saya yang Goreng
Maka itu, ia dan Pramono Anung juga sudah menyiapkan sederet rencana dan program kerja jika nanti berhasil memenangi Pilkada DKI 2024. Termasuk apa yang akan dilakukannya terhadap Persija Jakarta.
Dalam wawancara eksklusifnya bersama Tribunnews.com, Rano membeberkan beberapa janji kampanyenya sebagai cawagub DKI Jakarta.
Berikut wawancara lengkapnya:
Banyak orang menunggu sebenarnya janji konkret Bang Dul kepada warga Betawi, warga DKI itu apa konkretnya?
APBD 2024 sudah diketuk (untuk) 2025. Rp 85 triliun. Prioritas utama kita kalau insya Allah kita jadi wakil gubernur, Mas Pram jadi gubernur, kita jalani ini.
Karena ini udah kesepakatan DPRD. Nggak bisa. Jangan sok belagu deh. Kita punya visi misi, akan kita masukan ke dalam anggaran perubahan. Makanya saya bilang, maaf. Pemerintah itu cuma dua. Urusan wajib sama urusan pilihan.
Wajib itu adalah semua yang berhubungan dengan dasar. Pendidikan, kesehatan, perhubungan. Ini baru dipecah. Pendidikan ke mana nih, siapa urusan PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, atau Universitas. Ini tugasnya siapa wewenangnya. Artinya itu menjadi prioritas kita kalau kita berbicara tentang PPDB.
PPDB ini setiap tahun pasti masalah. Cuma kebetulan, pengalaman saya di Komisi X, yang selalu kita bahas, kita juga ngomong sama Pak Menteri. Pak Menteri, mbok ini direvisi. Ini kan Permen.
Baca juga: Rano Karno Mengaku Seakan Dapat Bisikan Babeh Sabeni Saat Diperintah Megawati Maju Pilgub Jakarta
PPDB itu bukan Undang-Undang. Artinya tolong diini (direvisi). Akhirnya "jujurlah" permasalahan ada di mana PPDB itu. Ternyata jumlah gedung sekolah negeri itu kurang.
SD lulus 18 ribu. Habis lulus ke SMP. SMP cuma bisa menampung 10 ribu, yang 8 ribu jadinya ke mana? Berarti larinya ke swasta. Untuk nampung ini akhirnya dibikinlah zonasi, afirmasi, prestasi.