Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selama tidak melanggar teknis hukum yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Pilkada, proses mengkampanyekan kotak kosong pada wilayah pilkada yang hanya ada calon tunggal tidak dilarang.
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Puadi menjelaskan, UU Pilkada secara teknis hukum menentukan upaya memengaruhi pemilih untuk memilih ataupun tidak memilih dipandang sebagai perbuatan yang dikriminalisasi apabila perbuatan tersebut disertai dengan beberapa hal seperti:
Perbuatan pemaksaan dengan kekerasan, intimidasi atau ancaman kekerasan, dan menghalang-halangi seseorang yang akan melakukan haknya untuk memilih sehingga menyebabkan hak pilih warga menjadi hilang atau tidak bernilai.
Terlebih apalagi dalam perbuatan tersebut terdapat unsur menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya.
Hal yang disampaikan Puadi itu tertuang dalam Pasal 182A dan Pasal 187A UU Pilkada yang berkonsekuensi ancaman pidana penjara dan denda.
"Artinya, jika mengacu pada kedua pasal tersebut, maka secara a contrario selama ajakan memilih ataupun tidak memilih tidak disertai ancaman kekerasan, intimidasi, janji atau memberi uang atau materi lainnya, politik uang, ajakan memilih atau tidak memilih tersebut tidak dapat dijangkau oleh kedua pasal tersebut," ujar Puadi saat dikonfirmasi, Rabu (25/9/2024).
Demikian pula dengan proses kampanye kotak kosong atau tidak memilih pasangan calon yang ada. Sebab, UU Pilkada secara teknis hanya diberikan kepada peserta kampanye, yakni calon atau pasangan calon dan atau tim kampanye dan sebagai ajang penyampaian visi, misi, dan program pasangan calon.
"Tidak ada norma yang secara eksplisit mengatur soal boleh atau tidaknya masyarakat mengkampanyekan untuk mencoblos kotak kosong atau coblos pasangan calon yang ada," jelas Puadi.
Di satu sisi, ia mengakui regulasi tersebut jadi tantangan bagi Bawaslu. Sehingga salah satu upaya yang dapat mereka lakukan adalah dengan melakukan mitigasi dan pengawasan berbasis pada pencegahan.
"Hal inilah lagi-lagi yang menjadi tantangan tersendiri bagi pengawas pemilu. Bagi pengawas pemilu, upaya mitigasi terhadap fenomena tersebut adalah dengan mengedepankan pengawasan yang berbasis pada pencegahan, dalam bentuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan literasi politik masyarakat dalam pilkada," pungkasnya.
Sebagai informasi, terdapat 37 daerah yang hanya diikuti satu pasangan calon kepala daerah pada Pilkada Serentak 2024.
Nantinya, 37 pasangan calon tunggal di daerah tersebut akan melawan kotak kosong dalam surat suara pada Pilkada 2024.
44 daerah itu terbagi atas 1 pilkada level provinsi, 31 pilkada tingkat kabupaten, dan 5 pilkada tingkat kota yang akan diikuti calon tunggal.