TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Mahasiswa Madura meminta aparat penegak hukum (APH) bersikap netral di Pilkada Serentak 2024, khususnya di Kabupaten Sampang, Pulau Madura, Jawa Timur.
Permintaan ini disampaikan lantaran mahasiswa menduga terjadi ketidaknetralan aparat di Pilbup Sampang.
Misalnya saja, terjadi pemanggilan sejumlah kepala desa di Sampang oleh Polres Sampang perihal klarifikasi terkait alokasi dana desa.
Undangan pemanggilan terkesan tiba-tiba di tengah pilkada, sehingga terkesan politis.
"Misalnya, pemanggilan sejumlah kepala desa di Sampang oleh Polres Sampang terkait klarifikasi alokasi Dana Desa. Undangan klarifikasi oleh Polres Sampang ini berkesan begitu ‘tiba-tiba’ di tengah momentum kompetisi politik yang alot. Sehingga, publik menduga ada indikasi politis dalam proses hukum tersebut," kata Koordinator Koalisi Mahasiswa Madura, Alfarisi dalam keterangannya, Rabu (2/10/2024).
"Bukan tanpa sebab, proses hukum soal klarifikasi distribusi dana desa terkesan tidak etis dan politis karena digelar jelang Pilkada Sampang tinggal beberapa hari," lanjut dia.
Selain itu, Alfarisi menyebut publik juga sempat dikagetkan dengan viralnya potongan video yang memperlihatkan oknum Polres Sampang sedang bertemu atau dalam ruangan bersama salah satu kandidat Pilkada Sampang.
Menurutnya, jika video itu benar, Polri dalam hal ini Polres Sampang, telah menyalahi sejumlah aturan perundangan tentang netralitas dan profesionalitas Polri.
Selain akan mencemarkan marwah Polri, peristiwa tersebut potensial akan menyulut konflik horizontal masyarakat.
"Bagaimanapun, APH haram melakukan intervensi politik dalam setiap helatan elektoral. Intervensi politik dan praktik yang memihak menyalahi sejumlah aturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pentingnya netralitas dan profesionalitas APH ini bisa dilacak dari banyaknya produk hukum dan perundangan yang mengatur," kata dia.
Baca juga: Netralitas ASN Isu Ketiga Paling Rawan di Pilkada Serentak 2024, Ada 30 Pelanggaran Ditangani KASN
Ia menjelaskan pada Pasal 10 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Polri, mengharuskan Polri bersikap netral dan tidak melibatkan diri dalam kegiatan politik praktis.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri juga mengatur hal serupa. Kemudian, Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, yang menjelaskan tugas pokok lembaga itu adalah menjaga keamanan, ketertiban, dan kelancaran proses demokrasi.
Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 5 Ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri. PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri Pasal 5 Huruf b, bahwa dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Alfarisi kembali menegaskan soal Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 Pasal 4 Huruf h, bahwa setiap pejabat Polri dalam etika kenegaraan wajib bersifat netral dalam kehidupan politik.