Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menjelaskan soal rendahnya partisipasi pemilih di sejumlah wilayah dalam Pilkada serentak 2024. Bima berpendapat ada kejenuhan yang terjadi dari para pemilih.
"Ya, mungkin juga ini dikarenakan ada kejenuhan antara pelaksanaan pileg pilpres dengan Pilkada, terlalu berdekatan," kata Bima di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/12/2024).
Dia mengatakan rentang waktu Pilkada antara paslon dan pemilih terlalu jauh.
"Sedangkan kalau Pilkada ini kan masing-masing calon itu kan mengkondisikan para pemilihnya. Dan memang ada tren, sebetulnya Pilkada ini lebih rendah daripada Pileg atau Pilpres," kata dia.
Faktor lain yang dilihat Bima yakni daerah-daerah yang memang kandidatnya tidak berasal dari daerah tersebut.
Baca juga: Sejumlah Warga Jatinegara Diduga Tak dapat Undangan Mencoblos di Pilkada Jakarta 2024
"Mungkin kedikenalannya lebih rendah sehingga itu merupakan disinsentif bagi pemilih untuk memilih," kaga dia.
"Tapi apapun itu kita pelajari angka-angkanya menjadi bahan masukan bagi kita ketika kita nanti akan merevisi sistem pemilu dan pilkada," tandas dia.
Sebelumnya, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024 baru saja digelar.
Namun ditemukan angka partisipasi pemilih di Pilkada 2024 terbilang rendah atau banyak pemilih golput (golongan putih).
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencatat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 tak sampai 70 persen berdasarkan rata-rata nasional.
Berdasarkan pemantauan via Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI pada Jumat sore, dari 98,5 persen data yang masuk, tingkat partisipasi pemilih dalam Pilkada Serentak 2024 hanya 68,16 persen.
Partisipasi pada Pilkada Sumatera Utara hanya 55,6 persen, sedangkan DKI Jakarta hanya 57,6 persen, terendah sepanjang sejarah.
Secara nasional, tingkat partisipasi pemilih dalam pilkada ini jauh lebih rendah ketimbang Pilpres 2024 Februari lalu yang mencapai 80 persen lebih.