TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) meminta kepolisian untuk proaktif menangani kasus dugaan kekerasan dan penyiksaan terhadap pekerja kebersihan PT ISS selama dalam penyidikan kasus Jakarta Intercultural School (JIS). Akibat adanya dugaan tindak kekerasan tersebut, seorang pekerja kebersihan PT ISS bernama Azwar tewas tak wajar saat penyidikan di Polda Metro Jaya.
Komisioner Kompolnas Adrianus Meliala mengatakan, pihak Kompolnas telah meminta Satuan Pengawas Internal Polda Metro Jaya (SPI PMJ)untuk mengusut laporan keluarga terpidana kasus JIS saat proses penyidikan di Polda Metro Jaya. Menurut Adrianus, kasus JIS harus mendapat perhatian serius dari kepolisian karena hal ini akan menentukan nasib orang dan reputasi kepolisian sendiri sebagai aparat negara.
"Kami akan terus mengawal pengungkapan kasus ini dalam dua minggu ke depan. Kompolnas juga akan mengirim surat ke Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan untuk ikut aktif mengawasi kasus ini," tegas Adrianus saat dihubungi, Minggu (22/2/2015).
Ia memaparkan jika Kompolnas telah mempertemukan perwakilan keluarga terpidana kasus JIS dengan Satuan Pengawas Internal Polda Metro Jaya (SPI PMJ), Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial.
Dalam kesempatan tersebut, tim pembela para pekerja kebersihan PT ISS melaporkan tindak kekerasan yang dilakukan para penyidik. Laporan tersebut juga termasuk kematian salah satu tersangka bernama Azwar yang meninggal dunia dalam proses penyidikan. Penyiksaan terjadi untuk mendapat pengakuan dalam kasus dugaan kekerasan seksual terhadap murid TK bernama MAK yang diduga direkayasa untuk mendapatkan sejumlah uang dari JIS.
"Seharusnya pihak SPI Polda Metro Jaya punya inisiatif untuk mengungkap berbagai informasi yang berkembang di publik dan fakta-fakta yang muncul saat persidangan berlangsung. Kasus ini punya implikasi sangat besar mengingat nasib-nasib orang-orang yang tidak bersalah dipertaruhkan. Jangan sampai negara merampas hak asasi warna negaranya sendiri," tegas Patra M. Zen, salah satu kuasa hukum pekerja kebersihan PT ISS.
Upanya pengungkapan kontroversi yang terjadi dalam kasus JIS terus menguat. Selain sejumlah lembaga mendorong adanya investigasi dan otopsi terhadap jasad Azwar, beberapa tokoh juga meminta polisi untuk bisa menunjukkan tanggungjawabnya dalam melindungi setiap warga negara.
Mantan Wakil Kepala Polri Komjen Pol (Purn) Oegroseno menegaskan masyarakat dapat melaporkan bila terjadi dugaan kekerasan saat proses penyelidikan yang dilakukan kepolisian. Laporan tersebut akan menjadi bahan masukan pengawas internal untuk melakukan evaluasi.
“Masyarakat bisa melaporkan ke Propam untuk jadi bahan masukan,” katanya Jumat (20/2).
Sementara Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar menegaskan klarifikasi yang dilakukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) harus menjadi pintu masuk investigasi terhadap laporan kekerasan terhadap pekerja kebersihan PT ISS dalam dugaan kasus pelecehan seksual di JIS.
Haris menambahkan, Polda Metro Jaya seharusnya aktif dan sensitif terharap kekerasan yang menimpa golongan masyarakat bawah. "Polisi jangan hanya menunggu laporan, harus aktif dan proaktif terlebih jika kasus hukum tersebut juga menimpa orang kecil,” katanya pekan lalu.
Polda Metro Jaya, menurut KontraS, memiliki perangkat yang dapat untuk melakukan investigasi laporan kekerasan terhadap para pekerja kebersihan PT ISS saat proses penyidikan berlangsung. Apalagi fakta-fakta persidangan memperlihatkan bahwa dugaan adanya rekayasa dalam kasus ini sangat kuat.
"Polisi harusnya bisa mencermati motif gugatan sebesar Rp 1,5 triliun yang dilayangkan ibu korban ke JIS. Banyak hal yang tidak masuk akal dalam kasus ini dan hal itu sudah banyak diketahui publik. Karena itu perangkat kepolisian seperti Propam, Irwasum (Inspektorat Pengawasan Umum) dan Kompolnas harus bisa mengungkap pelanggaran hukum dalam kasus JIS,” tegasnya.
Dari keterangan dokter forensik RSCM kepada keluarga korban, adanya bengkak di wajah Azwar mengindikasikan bahwa sebelum meninggal otaknya retak. Selain itu, jika memang Azwar bunuh diri, ketika jenazahnya dimandikan mulutnya pasti berbusa. Namun dalam kasus Azwar hal tersebut tidak terjadi.
"Investigasi dan otopsi kematian Azwar akan menjadi bukti komitmen polisi menegakkan hak azasi manusia. Jangan sampai negara justru mengorbankan orang tak bersalah untuk kepentingan uang pihak-pihak tertentu," tegas Patra.