Persaingan tidak Sehat
Sementara itu, Ketua Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, mengatakan, bahwa dengan beroperasinya taksi-taksi aplikasi, menyebabkan persaingan tidak sehat.
Pasalnya, taksi aplikasi memasang tarif lebih murah dibandingkan dengan taksi konvensional.
"Ini sudah terjadi persaingan tidak sehat. Sopir meminta aplikasi ditutup, ya wajar saja, karena mereka mengalami kerugian sampai 50 persen. Seharusnya, pemerintah bisa mengatur beroperasinya taksi-taksi aplikasi itu. Ya kalau mereka mau bersaing, ikuti aturan!" tegasnya.
Murahnya tarif yang diberikan taksi aplikasi itu, karena mereka tidak perlu mengeluarkan biaya operasional.
Seperti tidak uji kir, tidak memiliki badan usaha, ataupun tidak memiliki pool taksi.
"Mereka selalu berdalih sebagai perusahaan tenologi dan pemerintah percaya. Sementara, orang-orang kita yang disalahkan. Terdapat kesalahan, yaitu masalah pemasangan tarif," katanya.
Sedangkan, Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta, Andri Yansyah, mengatakan, bahwa pihaknya akan mengantisipasi aksi demo tersebut.
Ia akan menurunkan sebanyak 135 bus sekolah, yang disebarkan ke masing-masing terminal.
"Kami sudah koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk kepolisian untuk mengatur masalah ini," katanya.
Namun, ia juga menyesalkan, jika memang aksi itu dilakukan. Pasalnya, akan berdampak dengan penumpang yang tidak terangkut angkutan umum nantinya.
"Jika ada angkutan umunm yang mogok, kami akan menarik kembali kebijakan memberikan waktu tiga tahun dalam meremajakan kendaraan," katanya.
Stop Aplikasi
Sementara, itu Juru Bicara Fraksi PDIP DPRD DKI, William Yani, mengatakan, bahwa pihaknya juga mengecam, atas beroperasinya taksi-taksi berbasis aplikasi tersebut.