Karena itu, sampai saat ini saya menghormati dan menaati keputusan Pengadilan Negeri Surabaya, dimana di dalam Persidangan Pra Peradilan telah diputuskan bahwa penetapan saya sebagai tersangka adalah tidak sah dan penyidikan kembali perkara dana hibah Kadin Jatim sudah tidak dapat dibuka kembali.
Untuk itulah mengapa ketika saya secara paksa ditahan dan diperiksa oleh penyidik kejaksaan, saya tidak bersedia memberikan keterangan. Karena saya menghormati dan menaati putusan Pengadilan.
Tetapi saya juga harus menghormati Putusan Sela yang diputuskan oleh Yang Mulia Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yang menyatakan menolak eksepsi atau keberatan saya atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dimana dalam putusan tersebut disebutkan dalilnya untuk memeriksa pokok perkara karena dikatakan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa ada bukti baru yang harus diperiksa di persidangan.
Di sinilah dimulai babak yang saya sebut sebagai semangat Jaksa Penuntut Umum untuk memenjarakan saya. Bukan semangat untuk mengadili perkara ini.
Semua pihak di persidangan ini akhirnya melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa tidak ada satupun bukti baru dalam perkara ini yang didalilkan oleh Jaksa Penuntut Umum. Bahkan sebaliknya. Saya ulangi, bahkan sebaliknya, alat bukti yang dulu digunakan dalam perkara ini di persidangan Tipikor di Surabaya dengan terdakwa Saudara Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, yaitu Dokumen Nota Kesepahaman atau MoU antara Gubernur Jatim dengan saya selaku Ketua Umum Kadin Jatim, justru tidak dimasukkan atau dihilangkan sebagai alat bukti dalam perkara ini. Ada apakah ini?
Padahal alat bukti dokumen MoU itu, dimana dituliskan bahwa Gubernur mendelegasikan kepada SKPD terkait, dan saya selaku Ketua Umum Kadin mendelegasikan kepada para Wakil Ketua Umum Kadin terkait, adalah perintah sekaligus bukti pendelegasian saya kepada wakil-wakil ketua umum Kadin. Ini catatan saya yang pertama.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Dari semua saksi fakta yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum tidak satupun saksi yang menyaksikan dan menyebutkan bahwa saya melakukan apa yang didalilkan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Tidak satupun saksi menyatakan saya terlibat bersama-sama dengan saudara Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring untuk melakukan tindak pidana korupsi dana hibah Kadin Jatim.
Tidak satupun saksi menyatakan bahwa saya belum mengembalikan dana hibah sebesar Rp. 5,3 milyar yang digunakan oleh Saudara Diar Kusuma Putra untuk membeli saham IPO Bank Jatim pada tahun yang sama, yakni tahun 2012.
Tetapi apa yang terjadi? Di dalam berkas tuntutan Jaksa Penuntut Umum, dinyatakan dengan subyektif bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak meyakini keterangan saksi-saksi fakta tersebut. Padahal saksi-saksi tersebut adalah saksi dari Jaksa Penuntut Umum sendiri?
Bagaimana mungkin keterangan saksi Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring, baik di dalam BAP maupun di muka persidangan, yang mengakui bahwa mereka telah menerima pengembalian dana hibah Rp. 5,3 milyar yang digunakan oleh Diar Kusuma Putra untuk membeli Saham IPO Bank Jatim di tahun yang sama, tahun 2012, tidak diyakini oleh Jaksa Penuntut Umum? Ini catatan saya yang kedua.
Yang Mulia Majelis Hakim,
Jaksa Penuntut Umum juga mendalilkan bahwa saya merugikan keuangan negara sebesar Rp. 1,1 milyar, yang timbul dari keuntungan penjualan saham atas nama saya di Bank Jatim. Bagaimana mungkin saham yang telah menjadi milik saya pribadi, setelah saya mengembalikan dana hibah yang digunakan Saudara Diar Kusuma Putra untuk membeli saham IPO tersebut tetap menjadi uang dana hibah? Lantas uang pengembalian dari saya pribadi sebesar Rp. 5,3 milyar yang telah diterima Saudara Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring di tahun 2012 itu lalu kemana? Bahkan perlu digarisbawahi, bahwa lembaga audit resmi, BPKP tidak pernah menyatakan dalam dokumen auditnya bahwa dana Rp. 1,1 milyar itu adalah uang negara atau kerugian negara.
Dalam dokumen audit BPKP disebutkan bahwa kerugian negara dalam perkara dana hibah Kadin Jatim selama empat tahun masa kegiatan itu dilakukan oleh Saudara Diar Kusuma Putra dan Nelson Sembiring dengan total kerugian sebesar Rp. 26 milyar. Dan atas kerugian itu, kedua terpidana telah mempertanggung jawabkan secara hukum perbuatannya dan telah mengembalikan kerugian negara tersebut.
Tetapi dalam dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum, yang tanpa disertai dokumen audit, dinyatakan bahwa saya merugikan negara sebesar Rp. 1,1 milyar. Padahal seperti saya tanyakan di persidangan kepada saksi Ahli Keuangan Negara yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum, Saudara Drs. Siswo Sujanto, DEA, dengan perumpamaan seekor sapi yang telah saya beli dengan uang pribadi, kemudian melahirkan anak sapi, maka dikatakan oleh Saudara Ahli bahwa anak sapi itu adalah milik saya. Sehingga pada intinya bahwa dana Rp. 1,1 milyar tersebut sudah bukan lagi uang negara, karena sudah bersumber bukan dari uang negara, melainkan dari uang pribadi saya. Ini catatan saya yang ketiga.