Fahdi Fahlevi/Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bila tak terintangi kendala, akhir bulan ini Pesantren At-Thawabien Rumah Tahanan (Rutan) Kelas 1 Salemba Jakarta Pusat akan meluluskan 68 santri yang telah mengkhatamkan Alquran.
Santri-santri yang khatam Alquran tersebut merupakan mereka yang lulus dari 100 santri angkatan ke-48, yang menjalani pembinaan Pesantren At-Tawabien Rutan Salemba, dari sekitar 4.470 warga binaan yang ada di sana.
“Salah satu program pembinaan kepribadian yang rutin kami laksanakan adalah program santri Pesantren At-Tawabien, yang di antaranya mencakup program khatam Alquran bersama-sama,” kata Kepala Rutan Kelas 1 Jakarta Pusat Masjuno.
Menurut Masjuno, pesantren At-Tawabien adalah program rutin yang digelar setahun tiga kali selama masing-masing tiga bulan.
Selama itu para santri yang berasal dari warga binaan menjalani pembinaan kerohanian dalam nuansa sebagaimana laiknya di pesantren, termasuk mengkhatamkan atau menamatkan bacaan Alquran mereka.
Hingga saat ini program tersebut sudah berlangsung 48 angkatan, alias sudah berjalan setidaknya 16 tahun.
Setiap angkatan terdiri dari sedikitnya 100 orang santri yang diseleksi dari warga binaan yang berminat.
Dengan animo warga binaan untuk ikut begitu besar, sementara fasilitas terbatas, membuat seleksi menjadi keharusan.
“Kami melalui Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP ) yang menyeleksi melihat bagaimana tingkat kemampuan dan kemauan calon santri,” kata Masjuno.
Tetapi menurut dia, para peminat yang tak lolos karena kurangnya kemampuan membaca tidak lantas terpinggirkan.
“Kami fasilitasi. Kalau kami menemukan ada yang bahkan buta aksara Alquran tetapi menunjukkan minat dan kemauan yang besar, kami buatkan kelas khusus. Mungkin juga dengan melibatkan teman-teman mereka sesama warga binaan untuk mengajari,” kata Kepala Rutan Salemba itu.
Tentang besarnya minat untuk menjadi santri, Masjuno tak ingin berpikir negatif apakah hanya untuk katarsis, yakni mencari kegiatan di tengah kekosongan aktivitas atau apa pun kecurigaan yang ada.
“Kalau pun mereka berpura-pura, tak masalah. Berpura-pura ke masjid bagi preman itu berat. Berpura-pura salat pun bagi preman itu berat. Bolehlah mulai dari kepura-puraan, kalau terus dilakukan, kami berharap itu jadi kebiasaan,” kata dia.