Setelah zonanya bersih dari sampah, Hidayat selalu menyempatkan diri untuk bercengkrama dengan ibunya.
Walau tak mengerti bahasa ibunya, Hidayat selaku mencari topik pembicaraan.
Hingga tak jarang, ibunya kerap meneteskan air mata di tanpa sebab yang ia ketahui di tengah perbincangan mereka.
"Kan ibu saya pukul 10.00 WIB pasti saya suapin makan, di situ sambil ngobrol. Ibu sering nangis."
"Mungkin kasian saya urusin dia sendiri sambil kerja juga. Tapi kalau saya enggak nangis, saya ikhlas rawat orang tua saya," katanya.
Selain itu, Hidayat menyebut ibunya juga sering menangis ketika musim hujan tiba.
Sebab, ketika hujan tiba, Hidayat semakin tak tega membiarkannya berada di rumah sendirian.
Mau tak mau, ia tetap membawa ibunya dengan memakaikan jas hujan dan menerjang derasnya rintikan hujan.
"Kalau hujan ibu tetap saya bawa. Nanti pas saya nyapu dia saya taruh di tempat teduh."
"Jadi cuma ngeliatin aja. Di situ dia juga sering nangis tapi sebabnya saya enggak tahu,"
"Namun dua bulan terakhir saya tinggal di rumah demi kesehatan ibu karena lagi wabah virus corona."
"Sehingga usai pulang saya buru-buru suapin ibu makan terus mandiin ibu," ungkapnya.
Punya keterbatasan
Di balik sosok mulianya, Hidayat sebenarnya memiliki keterbatasan fisik, yakni kesulitan berbicara.