Pada awalnya Nur bersikap biasa saja, bahkan ikut mengurus pemakaman jenazah Sugianto.
"Dari awal mulai olah TKP, penyampaian keterangan, sampai kepengurusan makam korban pun yang bersangkutan masih ikut terus," kata Wirdanto.
Polisi kemudian menghimpun bukti dan keterangan dari saksi lain.
Kecurigaan polisi mulai muncul saat Nur mulai berbelit dan keterangannya berubah-ubah.
Untuk menutupi kebohongannya, Nur pura-pura kesurupan arwah Sugianto dan menyampaikan motif pembunuhan merupakan persaingan bisnis.
Baca: Nur Luthfiah Berani Bayar Rp 200 Juta untuk Bunuh Bosnya, Pengusaha Sugianto di Kelapa Gading
"Iya saat lagi diperiksa, pada saat dilakukan bersama-sama melakukan penyelidikan pihak kepolisian yang bersangkutan (Nur) sempat kesurupan dan kemudian menyampaikan bahwa ini arwah korban dan ini menyampaikan bahwa adalah masalah persaingan bisnis," kata Wirdanto.
Hal itu diulanginya lagi pada saat pemakaman.
"Keterangan dari yang bersangkutan selalu berubah-ubah, kemudian ada indikasi-indikasi juga bahwa adanya bentuk kebohongan dari penyampaiannya," imbuh Wirdanto.
Polisi tentu tidak percaya begitu saja. Tingkah Nur itu justru membuat polisi semakin mencurigainya. Ditambah pernyataannya yang kerap berubah-ubah kepada penyidik.
"Dari situ kami melakukan tes poligraf juga ternyata hasilnya bahwa ada semacam kebohongan dari hasil ahli poligraf," kata Wirdhanto.
Poligraf adalah alat untuk uji kebohongan.
Baca: Pembunuh Bos Ekspedisi di Kelapa Gading Terungkap, Polisi: Banyak Pelaku, Bukan Cuma Dua
Alat ini digunakan dengan sistem gelombang.
Jika berbohong gelombang yang ditunjukkan alat ini akan bergetar cepat.
Polisi pun memastikan adegan kesurupan itu hanyalah usaha Nur untuk menutupi perbuatannya.
Karena pada akhirnya ia dan komplotannya menjadi tersangka pembunuhan itu.