Tigor menyebut penerapan masuk peti mati dapat disimpulkan main-main dan terkesan Pemprov tidak tegas dalam menegakkan hukum guna mengendalikan penyebaran Covid-19 di Jakarta.
Seharusnya, menurut Tigor, penindakan pelanggar regulasinya jelas dasar hukumnya.
"Hukuman atau sanksi yang tidak tegas dan tidak ada dasar hukumnya itu tidak berakar dari pengaturan regulasi maka mencerminkan aparat Pemprov tidak jelas kerjanya dalam menangani pandemi Covid-19," ungkapnya.
Baca: Mau Daftar ke KPU, Calon Bupati Kutai Timur Positif Covid-19, Baru Pulang dari Jakarta
Pernyataan Satpol PP
Sementara itu, Kasatpol PP DKI Jakarta Arifin menegaskan, masuk peti mati bukan sanksi resmi yang diberlakukan Pemprov DKI.
Dilansir Kompas.com, aturan sanksi bagi warga yang tak menggunakan masker tetap merujuk pada Peraturan Gubernur Nomor 79 tahun 2020.
Yaitu denda sebesar Rp 250 ribu atau sanksi kerja sosial.
"Itu bukan bagian dari pemberian sanksi. Tidak ada pemberian sanksi yang keluar dari aturan Pergub (79 tahun 2020)," kata Arifin, Jumat (4/9/2020).
Arifin menyebut para pelanggar dengan sukarela masuk ke dalam peti mati sembari menunggu giliran pemberian sanksi kerja sosial.
Arifin mengungkapkan, inisiasi para pelanggar yang masuk peti mati itu tidak akan menggugurkan pemberian sanksi.
"Itu yang bersangkutan menyodorkan diri untuk masuk peti sambil menunggu (sanksi kerja sosial). Jadi, itu tidak menggugurkan sanksi," ucap Arifin.
Diketahui Pemerintah Kota Jakarta Timur sebelumnya menerapkan sanksi masuk peti mati bagi warga yang tidak memakai masker ketika beraktivitas di luar rumah.
Sanksi itu merupakan opsi yang diberikan kepada para pelanggar.
(Tribunnews.com/Gilang Putranto) (Kompas.com/Rindi Nuris Velarosdela)