Menurut Dwiasi, kawanan pelaku yang diotaki pasutri ini bekerja cukup rapi dan sistematis dan terstruktur.
"Mereka melakukan penipuan dengan perannya masing-masing secara sistematis dan terstruktur. Ada yang mengaku Dirut perusahaan tertentu sampai penampung dana investasi," katanya.
Selain itu, kata Dwiasi, pelaku secara rinci menjelaskan proyek yang akan dilakukan termasuk prospek keuntungan besar yang akan diraup.
"Dengan tawaran keuntungan yang cukup besar, membuat korban tertarik berinvestasi memberikan dananya ke para pelaku," ujar Dwiasi.
Baca juga: Penipu Ulung Akhirnya Diringkus, Kerap Mengaku Sebagai Advokat, Hakim Tipikor dan Wali Kota
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus, mengatakan dari tujuh tersangka yang diamankan pekan ini, dua pelaku yang merupakan otak kasus ini dilakukan penahanan sementara lima lainnya tidak.
"Otak kawanan ini adalah pasangan suami istri DK dan KA. Kepada korban ARN, pelaku mengaku mantan menantu salah satu petinggi Polri. Dengan begitu diharapkan korban percaya hingga mau menginvestasikan dananya," kata Yusri.
Selain DK dan KA, kata Yusri, lima tersangka lainnya yang tidak dilakukan penahanan adalah FCT, BH, FS, DWI, dan CN.
"Tersangka pasutri dilakukan penahanan karena berperan aktif dalam melakukan penipuan dan penggelapan dan menampung uang hasil kejahatan tersebut," kata Yusri.
Sementara lima lainnya tidak dilakukan penahanan karena peranannya pasif. "Dan kelima tersangka tersebut kooperatif," katanya.
Yusri menjelaskan penipuan yang dilakukan para tersangka pada korban dilakukan mulai Januari 2019 hingga akhir 2020.
"Ada enam proyek fiktif yang ditawarkan kepada korban untuk berinvestasi sepanjang 2019 sampai awal 2020," kata Yusri.
Proyek fiktif itu mulai dari beberapa proyek tambang batu bara hingga proyek pengurusan perparkiran di mall dan hotel.
"Karena pelaku DW mengaku mantan menantu petinggi Polri, serta besarnya keuntungan yang ditawarkan, membuat korban tertarik menanamkan uangnya untuk 6 proyek yang ditawarkan itu," ujar Yusri.
Karenanya kata Yusri sejak 2019, korban sudah mengeluarkan dana sebesar Rp 39,5 Miliar.