Namun setelah didiskusikan, evakuasi beton menggunakan mobil crane tersebut akhirnya dibatalkan, mengingat resikonya yang cukup tinggi.
"Tadi sudah ada bantuan crane sudah datang, tapi tadi diskusi lagi resikonya tinggi pakai crane khawatir runtuh lagi karena tiang beton yang ambruk itu hanya tersangga rumah," kata Nirawan.
"Soalnya tadi ketika evakuasi make alat kecil, seluruh bagiannya ikut getar semua, karena puing betonnya kan bersandar pada bagian rumah ya," timpalnya lagi.
Oleh sebab itu, Nirawan berujar evakuasi pun dilanjutkan menggunakan alat pemotong dengan ekstra hati-hati, untuk mengeluarkan tangan korban.
Lebih lanjut, Nirawan berujar ia dan teman-temannya sangat salut kepada korban yang tak menangis atau sedikitpun mengeluh selama proses evakuasi berlangsung.
Korban hanya meminta air minum selama evakuasi berlangsung, musabab merasa dehidrasi.
"Teman-teman Damkar menyaksikan semua, korban gak nangis sama sekali dari awal kita datang. Badannya tertimpa beton gak ngerintih, gak nangis, gak ngeluh sama sekali," tutur Irawan.
"Cuma dia dehidrasi, tapi kata medis gak boleh minum dulu. Jadi kita cuma suplai oksigen dan madu yang dioles dibibir, karena khawatir kalau masuk makanan dan minuman malah menyumbat saluran pernapasan dan resikonya besar," timpalnya lagi.
Perjuangan Nirawan bersama sejumlah rekannya pun berbuah manis. Selama lebih dari lima jam, seluruuh bagian tubuh korban berhasil ditarik keluar dalam keadaan utuh.
Bahkan, korban hanya menderita beberapa luka lecet dan memar pada bagian tangan kanannya.
Rasa syukur keberhasilan mengevakuasi korban dalam keadaan selamat pun diluapkan Nirawan dan rekan-rekannya.
Mereka nampak saling berpelukan, hingha tak kuasa menahan air matanya yang mengalir membasahi pipi.
"Jadi kita juga pernah punya kondisi TKP seperti ini, tingkat kesulitan itu kan macam-macam ya bencana gak bisa diprediksi. Apa yang kami dapat ketika latihan, dengan penerapan lapangan kadang berbeda. Tapi dasar latihan itu yang kami pakai," imbuhnya.
"Momen tadi itu kami dapat momen kekompakan antar teman, sampai bisa (evakuasi). Awalnya kita merasa pesimis, sempat pesimis kalau lihat realitanya bongkahan beton yang besar dan alat kecil yang kami pakai. Tapi kami tidak akan pernah menyerah," tegasnya lagi.