TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG - Sebanyak 23 orang yang membeli rumah Klaster di Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan menjadi korban penipuan pengembang.
Selain pengembang tidak kunjung merampungkan pembangunan perumahan yang dibeli secara inden itu, sertifikat tanah seluas 1.450 meter juga digadaikan secara diam-diam.
Kasat Reskrim Polres Tangerang Selatan (Tangsel), AKP Aldo Primananda Putra, mengatakan, pihaknya telah menangkap tersangka berinisial STR, developer abal-abal yang menipu puluhan warga.
Menurutnya tersangka berinisial STR (40) ini melangsungkan aksi penipuan jual beli rumah tersebut di dua lokasi berbeda yakni kawasan Serpong Utara dan Pondok Aren.
"Melati Residence (Serpong Utara) ada 29 orang yang melaporkan. Di Jasmine Residence 4 (Pondok Aren) ada 11 orang," katanya saat ditemui Wartakotalive.com di Mapolres Tangsel, Serpong, Rabu (2/2/2022).
Baca juga: Remaja di Tangsel Minta Uang yang Dipakai Selama Pacaran Dikembalikan Karena Kesal Diputus
Aldo menjelaskan dari aksi penipuan yang dilakukan, tersangka berhasil membawa lari uang senilai puluhan miliar rupiah.
Kata dia, nominal tersebut didapatkan tersangka dari puluhan warga yang tertipu olehnya saat menjadi developer abal-abal.
"Total kerugian dari empat laporan polisi ini, kurang lebih hampir Rp 20 miliar, di dua lokasi. Melati Residence ada 29 orang yang melaporkan itu total kerugiannya Rp 13 miliar. Di Jasmine ada 11 orang dengan kerugian Rp 6 miliar," ungkapnya.
Curahan hati korban
Nasib malang menimpa puluhan warga Klaster Jasmine Residence 4, di Jalan Haji Madi, Kelurahan Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan (Tangsel).
Mereka menjadi korban penipuan oleh sang pengembang klaster tersebut.
"Jumlah orang yang tertipu ada 23 orang dengan unitnya ada 21 rumah, karena ada 2 rumah yang dijual secara double," kata Ketua Paguyuban Klaster Jasmine 4 Residence, Aditya (33) saat ditemui di Pondok Aren, Kota Tangsel, Selasa (1/2/2022).
Aditya mengatakan awal mula puluhan warga itu membeli unit rumah dari pengembang bernama Samtari selaku pemilik dari Raja Properti Residence.
Pembelian rumah pada klaster dilakukan pada tahun 2018 silam dengan harga per unit senilai Rp 650 juta.
"Warga membeli Tahun 2018 dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kemudian dijanjikan satu tahun rumah siap huni. Satu unit dibeli warga dengan harga Rp650 juta, dan semua warga sudah lunas membayar rumah tersebut," katanya.
Usai pelunasan dilakukan, keanehan pembangunan klaster pun mulai dialami oleh para korban.
Sebab, sang pengembang justru mangkir dari perjanjian awalnya kepada para warga berupa perampungan bangunan pada Tahun 2019.
Hingga para korban pun mulai bertanya-tanya kepada sang pengembang atas mundurnya jadwal perampungan bangunan, sesuai dengan perjanjian awal saat transaksi jual beli.
"Dijanjikan satu tahun rumah siap huni. Tapi di tahun yang sudah dijanjikan, rumah belum jadi. Lalu tahun 2020 pembangunan berhenti total," jelasnya.
Kekhawatiran warga pun semakin menjadi-jadi usai pembangunan unit rumah yang dibelinya tak juga rampung terlaksana hingga 2021.
Tak juga mendapat kepastian, Adit bersama warga lainnya mulai menelusuri proses pembangunan rumah.
Bukan jawaban yang diterima, puluhan warga itu justru terkejut saat mengetahui bahwa pengembang sudah tak lagi berkantor di Jalan AMD, Pondok Kacang Barat, Pondok Aren, Kota Tangsel.
Hingga akhirnya warga memutuskan melaporkan peristiwa dugaan penipuan tersebut ke Polres Tangsel.
"Pemilik developer ini sempat kabur, tapi saat ini sudah ditahan di Polres Tangerang Selatan," ungkapnya.
Tertangkapnya sang pemilik properti oleh kepolisian tak membuat para korban dapat bernapas lega.
Nasib puluhan warga itu pun terkatung-katung bak peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga.
Sebab, alasan Samtari melarikan diri dikarenakan sertifikat tanah seluas 1.450 meter persegi yang dijadikan lokasi klaster tersebut digadaikannya kepada seseorang berinisial W di tahun 2020 senilai Rp700 Juta.
Kini para korban pun mendapati permasalahan baru usai tertangkapnya sang pemilik Raja Properti Residence itu.
"Di Tahun 2019 rumah belum jadi semua, tapi sertifikat tanah digadaikan ke pihak lain," ungkap Adit.
Warga kini harus menghadapi W yang diduga menjadi mafia tanah.
Sebab W membanderol surat tanah tersebut seharga Rp 1,5 miliar kepada para warga untuk bisa menebusnya.
"Sertifikat tanah digadaikan kepada W yang diduga mafia tanah. W meminta ke warga Rp 1,5 miliar untuk bisa mendapatkan sertifikat rumahnya. Jadi warga belum mendapatkan rumahnya 100 persen, sekarang harus membayar Rp 1,5 miliar ke terduga sindikat mafia tanah," keluh Adit.
Berbagai langkah hukum telah dijalankan para korban agar hak kepemilikan tanah dan bangunan kembali ke warga.
Baca juga: Jadi Korban Penipuan, Luna Maya Berusaha Ikhlas: Mungkin Gua Kurang Sedekah
Hal itu semata-mata dilakukan warga agar dapat memiliki hunian yang nyaman sesuai janji dari sang pengembang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Kini para korban berharap mendapat keadilan.
"Saat ini warga melakukan gugatan di Pengadilan Negeri Tangerang. Kita gugat perdata dan pidana. Untuk pidana di Polres Tangsel saat ini sedang memasuki masa penyidikan. Kalau perdata kita gugat developernya Raja Properti," ucap Adit.
"Gugatan perdata kita menuntut untuk mendapatkan sertifikat tanah yang menjadi hak warga kembali. Saat ini sertifikat ada di tangan di W," katanya. (riz)
Sebagian artikel tayang di Warta Kota dengan judul: Developer Abal-abal di Pondok Aren Raup Keuntungan Rp 20 Miliar dari Puluhan Korbannya yang Tertipu