TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus dugaan perampasan tanah dan bangunan yang dialami Nenek Titin masih berkutat di Polda Metro Jaya.
Akibat kasus itu, nenek Titin harus kehilangan tanah dan bangunan ruko setelah dirampas komplotan mafia tanah.
Pihak keluarga korban meminta polisi segera menangkap pelaku dan mengusut tuntas kasus tersebut.
"Harapan klien saya (korban) semoga kasus mafia tanah dan ruko ini segera ditangkap dan hak-hak klien saya dikembalikan," kata pengacara korban, Boy Sulimas dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Senin (21/3/2022).
Kasus yang dilaporkan Alexander Sutikno selaku kakak kandung dari Titin Suartini NG masih berproses di Polda Metro Jaya.
Alex lalu memberikan surat kuasa kepada Boy Sulimas untuk menangani persoalan ini agar segera dituntaskan polisi dan menangkap para pelaku.
Boy menuturkan, Nenek Titin Suartini NG yang ditelantarkan di panti jompo kini telah berpulang.
Sementara sebidang dan ruko di Radio dalam milik mendiang Nenek Titin telah beralih tangan ke orang lain.
Baca juga: Ajak Cucu Ziarah ke Kuburan Neneknya, Sugeng Parwoto Meninggal Terbentur Nisan di Makam Sang Istri
"Nenek Titin sudah meninggal 31 Oktober 2021 kemarin di panti Jompo Jakarta Timur. Nasib tanah dan ruko itu sekarang sertifikatnya sudah atas nama pihak ketiga," ujar Boy.
Sementara itu, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endar Zulpan mengaku masih memperbarui soal kasus mafia tanah dengan korban Nenek Tirin. Ia masih mencari informasi tindak lanjut atas perkara itu ke penyidik.
"Itu penyidiknya belum memberikan bucket lagi kepada saya," ujar dia.
Kasus mafia tanah ini dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada Juli 2019 silam. Laporan tercatat dengan nomor LP/4530/VII/2019/PMJ/ Dit.Reskrimum.
Menurut Boy, kakak kandung kliennya yakni Titin Suartini NG dan NG Supintor serta NG Evi Chindi adalah pihak yang mengantongi hak atas kepemilikan ruko di kawasan Radio Dalam Raya, Jakarta Selatan. Boy menuturkan, ketiga orang itu tinggal bersama di ruko tersebut.
Namun, pada 2015 NG Supintor dan NG Evi Chindi telah meninggal dunia pada 2015, sehingga tersisa Titin Suartini NG seorang yang mendiami ruko itu.
Tapi ternyata pada 2019, ada sekelompok orang yang diduga mafia tanah datang ke ruko tersebut. Mereka mengelabui Nenek Titin dan mengambil rumah dan ruko secara paksa.
Boy menyebut, komplotan mafia tanah itu tega menelantarkan Nenek Titin di pinggir jalan seolah-olah seperti gelandangan.
"Kelompok mafia tanah menelpon dinas sosial dan kakak kandung klien kami dibawa ke salah satu panti jompo," ujar dia.
Setelah menguasai sertifikat atas tanah dan bangunan itu, komplotan mafia tanah memalsukan semua sertifikat seolah-olah Titin Suartini NG melakukan jual-beli dengan mereka.
"Mereka palsukan PPJB, AJB, sampai melakukan penjualan dengan pihak yang ketiga," ujar dia.
Boy menambahkan, kliennya Alex Sutikno yang merupakan adik Nenek Titin tinggal di kawasan Bendungan Hilir.
Biasanya dalam seminggu atau dua minggu sekali ia mengunjungi kakaknya ke ruko di Radio dalam tersebut.
Keanehan pun muncul, saat 2019 klienya melihat situasi ruko sudah sepi tanpa ada keberadaan Titin dan sejumlah barang pun raib.
Alex lantas mencari informasi keberadaan Titin karena tidak bisa dihubungi sampai seminggu lebih.
"Satu minggu setelah hilang di ruko, Alex mencari informasi. Karena kakanya tak kunjung ketemu, dia cari itu kakaknya sampai ketemulah informasi dia ada di panti jompo di Jakarta Timur," ungkapnya.
Belakangan diketahui, saat dijemput paksa oleh komplotan mafia tanah, Titin juga dipaksa untuk membawa surat-surat kepemilikan ruko. Alhasil, ruko itu telah berubah nama hingga sudah jadi sertifikat atas nama orang lain.
"Dia (mafia tanah) jual lagi, dapatlah salah satu pembeli. Sekarang sertifikat itu atas nama pembeli yang ketiga itu," tandas dia.