Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum Bivitri Susanti menilai saat ini banyak situasi yang diperparah akibat penyalahgunaan hukum.
Bivitri menyontohkan polusi udara yang terjadi di wilayah Jabodetabek akhir-akhir ini terjadi akibat putusan yang salah.
"Jadi begitu banyak soal ternyata yang diperparah oleh hukum. Menggunakan energi, membuat putusan-putusan yang, keputusan publik yang membuat kita sekarang sulit bernafas di luar karena polusi yang luar biasa, karena ternyata ada 10 PLTU di daerah Jabodetabek," ujar Bivitri dalam Diskusi OTW 2024: Nyawa Demokrasi dan Ekonomi di Tangan Jokowi di Dapur Nusantara Menza, Jakarta, Selasa (15/8/2023).
Baca juga: Bivitri Susanti: Hampir Semua UU Dalam Tiga Tahun Terakhir Digugat ke Mahkamah Konstitusi
Menurut Bivitri, kebijakan tersebut diambil berdasarkan legislasi yang dibuat oleh DPR.
Di sisi lain, Bivitri mengatakan jika masyarakat memprotes putusan tersebut, akan ditindak dengan aturan hukum.
Bivitri menilai saat ini kekuasaan sangat mudah menggunakan hukum untuk menindak masyarakat yang memprotes.
"Itu semua pakai hukum, siapa yang buat hukum, wakil rakyat kita. Dan begitu kita protes, pemrotesnya ditindak dengan hukum," kata Bivitri.
"Begitu mudahnya sekarang hukum digunakan oleh kekuasan yang ternyata bukan untuk tujuan-tujuan demi kesejahteraan dan keadilan warga. Hukum digunakan justru oleh kekuasaan," tambah Bivitri.
Baca juga: Polusi Udara Jakarta Memburuk, Sekjen PDIP: Maklum Lama Enggak Diurus Ibu Kotanya
Selain itu, dirinya menyontohkan bahwa saat ini banyak penyalahgunaan kekuasaan yang berlindung di balik hukum.
Kasus terbaru, kata Bivitri, terjadi di Dago, Bandung, Jawa Barat. Aparat masuk ke rumah warga hingga menggunakan gas air mata.
Kasus kematian sejumlah suporter di Stadion Kanjuruhan, menurut Bivitri, adalah contoh penyalahgunaan wewenang.
"Saya baca riset di ICJR. Datanya Rp1 triliun kita beli gas air mata. Yang penggunaannya tidak pernah dipertanggungjawabkan. Begitu ada pertanggungjawaban Kanjuruhan ya gitu, yang disalahkan akhirnya angin," pungkas Bivitri.
Seperti diketahui, Air Quality Index (AQI) per 14 Agustus 2023, mencatat Tangerang Selatan dan Jakarta mempunyai udara paling buruk.