News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KPK Tangkap Hakim

Suap Syarifudin Tak Akan Pengaruhi remunerasi bagi Hakim

Penulis: Vanroy Pakpahan
Editor: Yudie Thirzano
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Hakim Pengawas Kepailitan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, Syarifuddin, memasuki mobil tahanan usai diperiksa penyidik KPK, di kantor KPK Jakarta Selatan, Selasa (7/6/2011). Syarifuddin tertangkap tangan bersama kurator PT. Skycamping Indonesia (SCI), Puguh Wiryawan, terkait dugaan suap dalam penanganan perkara penjualan aset PT.SCI. (tribunnews/herudin)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vanroy Pakpahan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus suap yang menimpa hakim Syarifudin Umar tak akan mempengaruhi kebijakan pemberian remunerasi bagi hakim.

Penegasan itu disampaikan langsung Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan) EE Mangindaan.

"Satu orang saja mana mungkin mempengaruhi," tuturnya di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/6/2011). "Remunerasi itu tunjangan kinerja. Gaji sudah ada tunjangan kinerjanya," imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan, Selasa (7/6) lalu, Mangindaan mengatakan akan mengevaluasi remunerasi yang diberikan kepada instansi Mahkamah Agung. Hal ini tercermin dari kasus suap Syarifuddin. Dia juga sudah membentuk tim untuk melakukan evaluasi.

Soal remunerasi dan kasus suap Syarifudin ini, ICW punya pandangan lain. Remunerasi yang diberikan kepada hakim dinilai belum menjamin hilangnya praktek tindak pidana korupsi terjadi di lingkungan pengadilan.

"Harus ada penguatan fungsi pengawasan dari internal dan eksternal serta pemberian penghargaan dan hukuman kepada para hakim," katanya.

Menurutnya, jika remunerasi tidak diimbangi oleh pengawasan dan hukuman, bukan tidak mungkin hakim akan melakukan perbuatan melanggar hukum seperti suap dan korupsi. Kasus yang menimpa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifudin, kata Emerson, menjadi salah satu contohnya.

"Sepanjang hal ini tidak berjalan akan membuka peluang hakim untuk melakukan tindakan tercela seperti suap dan pemerasan," katanya.

Terkait kasus yang menimpa Syarifudin itu, Emerson menilai hal tersebut menunjukkan lemahnya pengawasan internal Mahkamah Agung (MA) terhadap perilaku dan tindak-tanduk para hakim.

Kasus itu juga menunjukkan Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga pengawas eksternal belum ditakuti oleh para hakim. Pasalnya, MA hanya memberikan sanksi administratif jika ada hakimnya yang melanggar aturan. Sanksi itu umumnya hanya mutasi dan penonjob-an dan penundaan kenaikan pangkat dalam waktu tertentu.

"Kewenangan berdasarkan Undang-Undang Komis Yudisial masih terbatas, bersifat rekomendasi dan tidak menjerakan. Terakhir, Majelis Kehormatan Hakim yang terdiri dari gabungan KY dan MA hanya menjatuhkan hukuman berupa dua tahun tidak boleh memegang perkara terhadap hakim yang terbukti menerima suap. Seharusnya kasus ini bisa diproses ke pidana," imbuhnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini