TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia, Retno Lystiarti mengatakan Ujian Nasional (UN) tingkat SMP yang digelar 23 April lalu, hingga hari ini, 26 April, kembali diwarnai berbagai kecurangan.
Dalam konfrensi pers yang digelar di kantor Indonesian Coruption Watch, (ICW), Kalibata, Jakarta Selatan, mengatakan ada tiga jenis kecurangan yang dilakukan oknum-oknum pendidikan untuk mengakali hasil Ujian Nasional.
Pertama, yakni sebelum UN, dengan cara "mencuci raport" dan mengkatrol nilai ujian sekolah, selain itu saat UN, pagi-pagi kunci jawaban sudah diedarkan, peredaraannya mulai dari beli kunci, sampai mendapatkan kunci jawaban dari pengawas, panitia dan kepala sekolah.
"Terakhir, setelah UN berlangsung, modusnya mengganti kunci jawaban atau mengisikan jawaban yang dikosongkan siswa," ujarnya.
Ia mencatat, pada sebuah sekolah di Sumatera Utara siswa diketahui datang ke sekolah, dan menyalin kunci jawaban. Di Tebing Tinggi, Sumatera Barat, ditemukan kunci jawaban di kelas oleh seorang pengawas, dan oleh kepala sekolah, diminta kunci jawaban itu dikembalikan.
Di Tanggerang, Banten, kunci jawaban pagi-pagi sudah beredar, yang disampaikan oleh panitia ujian sekolah. Hasilnya, kurang dari satu jam seluruh siswa sanggup menyelesaikan soal.
Di Jawa Timur, ada sekolah yang meminta pengawas untuk tidak mengganti tipe soal, artinya soal A sampai E tidak boleh diputar berganti.
"Di Jakarta, banyak murid sekolah gurem hanya sekilas membaca soal, dan dengan cepat menyelesaikan soal," kata Retno.
Di Depok, Jawa Barat, FSGI mendapatkan data bahwa sejumlah siswa mengaku diberi kunci jawaban oleh pihak sekolah, hingga empat hari berturut-turut.
"Kami melihat fenomena respon terhadap UN bukanlah bekerja keras, tetapi membentuk tim suskes dengan rekayasa lulus seratus persen, sungguh memprihatinkan karena banyak guru yang selalu jadi langganan stress massal berperang dengan nurani setiap tahun" tandasnya.
Tiga Jenis Kecurangan UN SMP
Editor: Johnson Simanjuntak
AA
Text Sizes
Medium
Large
Larger