TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menilai penetapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap Irjen Pol Djoko Susilo, sudah tepat karena dalam surat dakwaan sudah dibacakan dengan detail. Mengenai eksepsi (nota keberatan) yang disampaikan Djoko melalui tim kuasa hukumnya, bahwa penetapan pasal tersebut ialah seperti pasal siluman, tidak tepat dimasukkam kedalam di eksepsi.
“Seharusnya keberatan atau eksepsi Tim Penasehat Hukum Terdakwa tersebut diajukan kepada DPR selaku Lembaga Legislatif yang memiliki fungsi sebagai pembentuk undang-undang,” kata Jaksa Olivia BR Sembiring saat membacakan surat tanggapan terkait ekspesi Djoko Susilo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (7/5/2013).
Karena, sambung Olivia, dengan mendasarkan pada ketentuan pasal 74 dan 75 UU No. 8 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU, maka KPK berhak melakukan penyidikan terhadap perkara yang dilakukan oleh Djoko. Karena, tambah Olivia, berdasarkan bukti permulaan yang cukup.
"Dari pengembangan pemeriksaan perkara a quo ditemukan harta kekayaan yang patut diduga sebagai hasil tindak pidana korupsi," katanya.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Djoko, Hotma Sitopul Susilo merasa keberatan atas pasal TPPU yang disangkakan terhadap kliennya karena harta tersebut didapatkan sebelum adanya proyek Simulator SIM untuk roda dua dan empat di Korlantas Polri yakni di bawah tahun 2011. Karena, tambah Hotma, pasal yang dikenakan lahir tahun 2010.
"Itu kan harta pak Djoko yang didapatkan dibawah tahun 2011, untuk itu KPK tidak berwenag untuk mengusunya," kata Hotma saat itu.
Namun, KPK menyangkakan dua pasal TPPU terhadap Djoko, dengan Pasal 3 dan atau 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Pasal 3 ayat 1 dan atau Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang 15 tahun 2002 Tentang TPPU, dengan ancaman pidana penjara paling lama 20 tahun serta denda paling banyak Rp 10 miliar.