News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

RUU Ormas

RUU Ormas Dikhawatirkan Membuka Kembali Pemerintahan Otoriter

Penulis: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ratusan massa dari DPD I Hizbut Tahrir Lampung menggelar aksi unjuk rasa di Tugu Adipura, Bandar Lampung, Kamis (28/3/2013).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengesahan Rancangan Undang-undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) di DPR siang nanti, mendapat penolakan.

RUU Ormas disinyalir akan menjadi pintu kembalinya pemerintahan otoriter. Jeirry Sumampow, Sekretaris Eksekutif Bidang Diakonia PGI menilai, ada dua kekeliruan mendasar RUU Ormas, dan karena itu harus ditolak.

Pertama, paradigma yang dipakai adalah paradigma kontrol. Pemerintah memiliki pembenaran mengontrol gerak-gerik ormas.

"Itu bermakna mengekang kebebasan dan menghalangi ormas melakukan kontrol dan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan pemerintah. Ini akan menjadi basis legitimasi menuju pemerintahan otoriter," ujar Jeirry di Jakarta, Selasa (25/6/2013).

Kedua, paradigma yang digunakan adalah paradigma bahwa pemerintah sentral. Karena itu, pemerintah dirancang sebagai satu-satunya agen bagi upaya pembangunan bangsa.

Sementara, ormas hanya sebagai pendukung, yang harus ikut dengan apa yang diputuskan dan diberikan pemerintah.

Peran masyarakat semata peran pendukung, bukan peran utama. Pemerintah lah aktor utamanya. Dalam kerangka pikir seperti ini, maka posisi pemerintah dan ormas ditempatkan tidak setara.

"Pemerintah ditempatkan dalam posisi di atas ormas. Ini menyalahi peran pemerintah. Sebab, pemerintah semestinya berperan melayani rakyat. Karena itu, fungsi yang harus dijalankan adalah fungsi fasilitasi," paparnya.

Justru karena sebagai pelayan, tutur Jeirry, pemerintah harus memfasilitasi ormas agar bisa berpartisipasi secara maksimal dalam proses pembangunan bangsa.

Menurut Jeirry, pemerintah dan DPR terlalu memaksakan kehendak dalam UU Ormas. Jika tetap disahkan, maka pemerintah dan DPR sedang mempraktikkan model pemerintahan otoriter. Sebab, RUU ini sudah ditolak semua ormas, khususnya ormas keagamaan.

"Pengesahan RUU Ormas adalah pemaksaan kehendak. Itu adalah ciri utama sebuah pemerintahan yang otoriter. Dalam hal ini, pemerintah dan DPR sudah tak mau mendengar suara dan aspirasi rakyat lagi. Jadi, ibaratnya 'anjing menggonggong kafilah berlalu'," urainya. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini