TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai terdakwa Irjen Pol Djoko Susilo gagal membuktikan asal-usul harta kekayaannya dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (13/8/2013).
"Menurut pengamatan saya, DS (Djoko Susilo) tidak berhasil membangun argumentasi dan menjustifikasi asal-usul kekayaan yang dia miliki," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto, Kamis (15/8/2013),
Argumentasi tersebut disampaikan Bambang karena penjelasan Djoko perihal harta kekayaannya dinilai tidak masuk akal.
Menurutnya, sangat janggal jika aset-aset yang dimilikinya dari hasil jual-beli keris, bisnis salon dan dari bisnis Stasiun Pengisian Bahan bakar Umum (SPBU). Sedangkan, nilai aset yang dimilikinya sekitar Rp 140 miliar.
Apalagi, lanjut Bambang, jumlah Rp 140 miliar yang dicantumkan KPK sebagai harta kekayaan Djoko Susilo barulah hitungan kasar. Dengan kata lain, total kekayaannya bisa jauh lebih besar.
"Menurut hitungan kami, angka yang kami masukkan di situ (dakwaan) sekitar Rp 140 miliar. Itu adalah angka konservatif, misalnya tanah, tanah itu harganya NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) tetapi harga aslinya bisa lebih dari itu," kata Bambang.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta, yang menyidangkan perkara korupsi dan pencucian uang terkait simulator SIM, meragukan penjelasan terdakwa Djoko Susilo perihal asal-muasal harta kekayaannya. Sebab, tidak diikuti dengan bukti-bukti.
"Ketika menjadi saksi, Dadeng dan kawan-kawan tidak punya pembukuan. Jangan (terdakwa) di sini hanya paparkan angka-angka. Apa rujukan atau data-data, sementara waktu menjadi saksi a de charge (menguntungkan) mereka tidak bisa tunjukan bukti," kata Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (13/8).
Smentara, ketika menjalani pemeriksaan terdakwa dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (13/8), menggunakan "slideshow" Djoko menjelaskan perihal harta kekayaan yang dimilikinya dari tahun 2003 sampai 2012.
Djoko mengatakan bahwa aset-aset yang dimilikinya berasal dari bisnis sampingan, seperti investasi, jual-beli perhiasan, properti dan keris pusaka atau barang antik. Serta, berasal dari hasil usaha istri keduanya, Mahdiana. Ditambah lagi, Djoko mengatakan mendapat insentif setiap bulannya Rp 60 juta dari Jasa Raharja selama tahun 2009 sampai 2012. (Edwin Firdaus)