TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang alat simulator SIM, mantan Kepala Korlantas Polri Irjen Djoko Susilo masih mendapatkan gaji dari instansinya.
Wakil Kepala Polri Komjen Pol Oegroseno mengatakan, gaji kepada Djoko Susilo baru akan dihentikan jika kasusnya telah inkrah (berkekuatan hukum tetap).
"Gaji ada, tetap sama. (Karena) tidak menjabat, (maka) tunjangan jabatan tidak ada. Tunggu hasil vonis," kata Oegroseno di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, Selasa (3/9/2013) dilansir Kompas.com.
Hari ini, Djoko Susilo akan menghadapi sidang putusan di Gedung Pengadilan Tipikor. Sidang putusan perkara Irjen Djoko Susilo ini dijadwalkan pukul 13.00 WIB dan dipimpin oleh hakim ketua Suhartoyo dengan hakim anggota Amin Ismanto, Samiaji, Anwar dan Ugo.
Oegroseno mengatakan, pihaknya akan menerima segala putusan yang dijatuhkan majelis hakim kepada mantan Gubernur Akademi Polisi itu. "Kami ikut prosedur yang dibuat negara. Kami harus jadi panutan," katanya.
Sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut Djoko dengan hukuman 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan. Djoko juga dituntut membayar uang pengganti kerugian negara sebesar keuntungan yang diperolehnya dari proyek simulator SIM, senilai Rp 32 miliar.
Selain menuntut hukuman pidana, jaksa KPK juga meminta agar dalam putusannya majelis hakim Tipikor menambah hukuman berupa pencabutan hak politik Djoko untuk memilih atau dipilih dalam jabatan publik.
Jaksa menilai Djoko terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek simulator SIM dengan melakukan penyalahgunaan wewenang sehingga menguntungkan diri sendiri, pihak lain, atau suatu korporasi. Dia dinilai terbukti mengarahkan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) menjadi pelaksana proyek simulator SIM roda dua dan roda empat di Korps Lalu Lintas Polri.
Djoko pun dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang pada kurun waktu 2003-2010 dan 2010-2012. Perbuatan itu dilakukan Djoko dengan menyamarkan hartanya yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi. Harta kekayaan Djoko dianggap tidak sesuai dengan profilnya sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Polri.