TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Politik Hanta Yuda mengingatkan agar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang mengenai Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) yang dikeluarkan presiden tidak dimaksudkan untuk mencampuri ranah yudikatif. Karena menurutnya Perppu itu tidak harus dilakukan karena bukan dalam kondisi krisis.
"Menurut saya ini bukan persoalan krisis kan hanya satu hakim yang kena kasus, mengapa harus dikeluarkan Perppu, saya harap presiden tidak bermaksud mencampuri ranah yudikatif," kata Hanta di Jakarta, Minggu (20/10/2013).
Adanya Perppu MK kata Hanta Yuda juga rawan dengan konflik kepentingan karena pemutusan hakim MK ditentukan presiden, DPR dan MA. Padahal kedua lembaga di atas Presiden dan DPR sangat memiliki kepentingan dengan pemilu legislatif dan pilpres pada tahun 2014 mendatang.
"Mereka kan punya kepentingan sendiri, jadi saya harap mereka yang memiliki peluang untuk bersengketa tidak terlibat dalam penentuan hakim MK," katanya.
Hanta menambahkan bahwa jika pembuatan Perppu MK dimaksudkan dalam kondisi krisis maka harus ada Perppu yang mengatur lembaga lainnya.
Ia pun menilai sampai saat ini situasi krisis itu belum terjadi dan sudah dilimpahkan ke pihak berwenang untuk menyelesaikannya.
"Kita mau MK tetap independen dan problemnya sekarang jangan sampai berimbas secara kelembagaan, selain itu kita tidak melihat adanya krisis dan masih menghargai proses yang sudah dilakukan baik di KPK, BNN, KY dan PPATK, (untuk kasus Akil Mochtar)," ujarnya.
Seperti diketahui, Presiden SBY akhirnya menandatangani Perppu MK di Istana Negara Yogyakarta pada kamis malam. Dalam Perppu tersebut, memuat tiga hal utama. Yakni penambahan persyaratan menjadi hakim MK, memperjelas mekanisme proses seleksi dan pengajuan hakim konstitusi, dan perbaikan sistem pengawasan hakim konstitusi.