Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian saat ini mencurigai adanya transaksi lain dalam kasus suap pejabat bea dan cukai, Heru Sulastyono. Polisi saat ini sudah meminta Pusat Pelaporan Anilisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengumpulkan data dan informasinya.
Demikian diungkapkan Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigjen Pol Arief Sulistyanto saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2013).
"Kami masih melakukan pemeriksaan intensif kepada dua tersangka. Kami masih melakukan pengembangan melalui analisis transaksi keuangan lainnya tentang kemungkinan adanya rekening-rekening baru dan memang ada rekening yang masih kami mintakan infonya ke PPATK," ungkap Arief.
Pihaknya tidak akan berhenti terhadap satu pengusaha saja, kepolisian masih mendalami adanya penyuap lain dalam kasus di Bea Cukai tersebut.
"Kalau alat bukti cukup kita tindak lanjuti," ujarnya.
Pihaknya masih menganalisis pelaku-pelaku lain dalam kejahatan yang merugikan keuangan negara tersebut. Sayang, Arief tidak mau mengungkapkan maksud pelaku lain dalam kasus suap Rp 11,4 miliar tersebut.
"Masih dianalisis, belum bisa saya sampaikan," ujarnya.
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Sub Direktorat Money Loundering menetapkan seorang pejabat Bea Cukai bernama Heru Sulastyono (HS) sebagai tersangka kasus suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Pejabat bea cukai tersebut diduga menerima suap dari seorang komisaris perusahaan PT Tanjung Jati Utama bernama Yusran Arif alias Yusron (YA) dalam bentuk polis asuransi senilai Rp 11,4 miliar dan kendaraan.
Yusran menyuap Heru untuk menghindari audit perusahaan. Heru akan memberitahu Yusran bila bisnisnya akan diaudit kepabean. Untuk itu Yusran melakukan buka tutup perusahaan untuk menghindarinya.
Istri muda Heru Sulistyono alias Heru (HS) diduga menjadi penampung uang suap. Proses suap dibungkus secara rapih untuk mengelabui para penegak hukum dalam menyamarkan uang hasil kejahatan.
Penyuap Yusran Arif alias Yusron (YA) selaku omisaris PT Tanjung Jati Utama melalui Siti Rosida selaku bagian keuangan perusahaannya memberikan uang kepada Heru dalam bentuk polis asuransi kemudian setelah dicairkan asuransinya, uang ditransfer ke rekening orang lain. Hal tersebut dilakukan agar seolah-olah uang itu bukan dari Yusron.
Yusron memerintahkan Siti Rosida selaku bagian keuangan perusahaan mengirimkan uang ke Heru melalui rekening atas nama Siti Rosida, kemudian ditransfer kepada Anta Widjaya (AW) yang merupakan seorang office boy yang bekerja di perusahaan Yusron.
Setelah masuk ke rekening Anta Wijaya, kemudian uang ditransaksikan dalam bentuk polis asuransi dalam atas nama Heru. Dari transaksi itu ada dua polis asuransi yang masing-masing isinya Rp 200 juta.
Kemudian dari rekening BCA lainnya atas nama Siti Rosida mentransfer uang ke rekening istri muda Heru. Uang tersebut kemudian ditransaksikan membeli polis asuransi sebanyak sembilan polis asuransi.
Empat polis asuransi ditransaksikan atas nama Heru Sulastyoni dan lima polis asuransi ditransaksikan atas nama Widyawati. Sebelum polis asuransi itu jatuh tempo dicairkan dalam bentuk uang tunai kemudian ditransfer ke rekening Widyawati di rekening Mandiri.
Dari empat polis asuransi atas nama Heru Sulastyono berisi masing-masing Rp 249 793 500, Rp 1.796.600.000, Rp 500 juta, dan Rp 1 988 500 000. Sementara lima polis asuransi atas nama Widyawati masing-masing berisi Rp 290 juta, Rp 600 juta, Rp 2,4 miliar, Rp 1,6 miliar, dan Rp 1,6 miliar. Totalnya Rp 11,4 miliar total dari 11 transaksi.
Herus Sulastyono ditangkap di rumah mantan isterinya yang terletak di Perumahan Sutera Renata Alba Utama Nomor 3 Alam Sutera, Serpong, Tangerang Banten, Selasa (29/10/2013) malam sekitar pukul 01.00 WIB.
Kemudian dilanjutkan dengan penangkapan Yusran di Jalan Aslih RT 11 RW 01 Nomor 49, Ciganjur, Kelurahan Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada pukul 08.00 WIB.